JAKARTA – PT PLN (persero) memproyeksikan kebutuhan batu bara untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) tahun ini mencapai 96 juta ton atau meningkat 5% dibandingkan tahun lalu sebesar 91,1 juta ton.
Peningkatan kebutuhan tersebut disebabkan beroperasinya sejumlah PLTU tahun ini. “Itu sudah termasuk pembangkit yang baru. Totalnya ada pembangkit dengan kapasitas skala kecil dan tiga PLTU dengan kapasitas besar,” ujar Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN Supangkat Iwan Santoso di Jakarta, kemarin. Menurut dia, tiga PLTU baru dengan kapasitas besar itu di antaranya PLTU Jawa 7 dengan kapasitas 1.000 megawatt (MW), PLTU Jawa 8 dengan kapasitas 1.000 MW, dan PLTU Lontar dengan kapasitas 350 MW, sehingga total kapasitas mencapai 2.350 MW. Ketiga PLTU tersebut akan menggunakan batu bara dengan kalori 4.000-4.200.
Baca Juga: Bangun Megaproyek 35.000 MW, PLN Keluar Duit hingga Rp248 Triliun
Pihaknya menargetkan ketiga PLTU besar itu akan beroperasi sekitar September-Oktober 2019. “Kenaikan kebutuhan batu bara dihitung berdasarkan kapasitas pembangkit. Setiap 1.000 MW membutuhkan pasokan sekitar 3,5-4 juta ton batu bara setahun,” kata dia. Untuk memenuhi kebutuhan batu bara PLN tahun ini, Iwan berharap pemerintah tetap melaksanakan aturan pasokan batu bara untuk dalam negeri atau Domestic Market Obli gation (DMO).
Kewajiban DMO diatur berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 23 K/30/MEM/2018 dengan persentase DMO minimal 25% untuk pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Batu Bara (PKP2B) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang memasuki masa produksi dan Keputusan Menteri ESDM Nomor 1395 K/30/MEM/2018 tentang Harga Batu Bara untuk sektor ketenagalistrikan dipatok sebesar USD70 per ton. Iwan mengatakan, tetap berlakunya aturan itu akan membantu PLN di tengah fluktuasi harga energi primer di pasaran dan membantu keuangan karena tidak naiknya tarif tenaga listrik.