Realisasi Investasi Cuma 94%, Insentif Harus Lebih Agresif

Koran SINDO, Jurnalis
Kamis 31 Januari 2019 10:29 WIB
Ilustrasi: Shutterstock
Share :

JAKARTA – Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyampaikan data realisasi investasi sepanjang 2018 senilai Rp721,3 triliun, naik 4,1% dibandingkan tahun 2017.

Kendati meningkat, nilai tersebut meleset dari target realisasi investasi RPJMN sebesar Rp765 triliun atau hanya tercapai 94,3%. Raihan investasi yang di bawah target itu antara lain disebabkan turunnya realisasi penanaman modal asing (PMA) sebesar 8,8%, yaitu dari Rp430,5 triliun pada 2017 menjadi Rp392,7 triliun.

Kepala BKPM Thomas Lembong mengakui 2018 merupakan tahun yang sangat sulit untuk PMA langsung atau foreign direct investment (FDI) secara global. ”PMA kita tahun lalu turun 8,8%. Ini konsisten dengan data FDI dari Bank Indonesia dan juga tren global.

Baca Juga: Kepala BKPM: Insentif yang Ditawarkan ke Investor Harus Agresif

Menurut data UNCTAD, FDI internasional secara global tahun lalu turun 20%,”ujarnya saat jumpa pers di kantor BKPM Jakarta kemarin. Thomas menyebut sentimen perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang sempat menghantam mulai kuartal II/2018 sebagai salah satu pemicu penurunan investasi asing sepanjang tahun lalu.

Namun, kata dia, kondisi ini mulai menunjukkan tren rebound atau mulai pulih pada kuartal IV/2018. ”Eskalasi perang dagang mulai reda, mulai menyesuaikan, konfiden dari investor mulai pulih dan ada optimisme bahwa ini bisa diselesaikan. Puncaknya pertemuan bersama antara kedua presiden (AS dan China) yang akan kembali berunding,” tuturnya.

Menurut Thomas, di kuartal IV/2018 juga mulai ada optimisme dari dunia usaha terkait Pemilu 2019, di mana kedua pasangan capres-cawapres sudah mulai mengampanyekan program- programnya.

Ekspektasi pasar adalah kontinuitas dan stabilitas. Pernyataan dari petahana maupun oposisi, ungkap Thomas, cukup bersifat pro terhadap investasi dan reformasi, sehingga ada optimisme bahwa kalaupun ada kejutan dalam masa pemilu, arah kebijakan pemerintah tidak berubah.

”Jurus kebijakan tetap berarah pada reformasi perekonomian, modernisasi, dan internasionalisasi. Hasil kami berdiskusi dengan investor, mulai terbentuk konsensus atau optimisme Pemilu 2019 di samping pemulihan perang dagang,”tuturnya.

Thomas optimistis tren 2019 akan membaik kendati merupakan tahun politik. Berdasarkan siklus dari pengalaman 15 tahun terakhir, kata dia, sebelum pelaksanaan pemilu memang investasi cenderung melambat tapi setelahnya akan rebound.

Thomas yakin pascapemilu April 2019, investasi di dunia usaha akan kembali pulih dan menggeliat hingga akhir tahun. Untuk itu, BKPM optimistis memasang target investasi Rp792,3 triliun tahun ini, dengan komposisi PMA 55% dan PMDN 45%.

Sementara itu, untuk realisasi investasi PMDN tahun 2018 mencapai Rp328,6 triliun, naik 25,3% dibandingkan tahun 2017 sebesar Rp262,3 triliun. Thomas menyebut PMDN tetap tumbuh sehat dan berhasil mengompensasi penurunan PMA.

Dia menyebut faktor pendorong, misalnya pelemahan rupiah yang menjadikan investasi ke luar negeri, menjadi lebih mahal bagi investor domestik. Lebih lanjut Thomas menambahkan, realisasi investasi pada 2018 merupakan cerminan dari upaya tahun sebelumnya.

Kurangnya eksekusi implementasi kebijakan tahun lalu berimbas pada perlambatan investasi pada tahun ini, di samping adanya hambatan dari faktor eksternal. Dia menyebut transisi perizinan ke sistem Online Single Submission (OSS) juga cukup memengaruhi tren perlambatan investasi pada 2018.

”Namun, kami percaya bahwa realisasi investasi selanjutnya akan meningkat dengan adanya pembenahan sistem OSS dan kebijakan proinvestasi yang lebih nendang dari tahun sebelumnya,”tegasnya. Thomas mengakui saat ini pemerintah Indonesia jauh lebih agresif memberikan insentif dan melakukan deregulasi yang mempermudah investor.

Namun, menurutnya masih diperlukan tambahan insentif. Bukan rahasia bahwa negara tetangga seperti Vietnam dan Thailand sangat agresif melaksanakan insentif dan deregulasi, sehingga terlihat dari data investasi dan ekspornya tumbuh. Vietnam misalnya, benar-benar menikmati investment boom, bahkan di tengah perlambatan FDI global.

”Hemat kami, insentif yang ditawarkan harus dibuat jauh lebih agresif. Harus diakui dari angka dan data yang sudah riil bahwa insentif yang kita berikan sejauh ini belum berhasil mengangkat atau belum nendang dibanding harapan kita semua,”tukasnya.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menilai pesimistis pemerintah bisa meningkatkan investasi di dalam negeri hingga Rp792,3 triliun tahun ini.

Menurut dia, untuk mencapai target tersebut tidak mudah lantaran banyak negara merevisi pertumbuhan ekonominya yang melambat. ”Memang masih akan meningkat total investasi ini dibandingkan 2018. Tapi saya rasa di bawah Rp792 triliun.

Paling naik sedikit, tapi tidak sampai segitu,” ujarnya kepada KORAN SINDO. Dia menyebutkan, yang harus dilakukan pemerintah saat ini adalah terus menjaga iklim investasi. Mulai sisi regulasi hingga birokrasi harus konsisten memberikan kemudahan.

”Jadi kalau ada investor yang mau masuk yaitu dijaga, diservis, karena mereka inilah yang jadi referensi ke depan,” ujarnya. Dari sisi insentif, yang diberikan pemerintah dinilai masih relatif. Hal paling penting, menurutnya, ada kepastian regulasi. ”Paling penting adalah ada kepastian soal regulasi, kondusif atau tidak untuk iklim usaha,”cetusnya.

(Inda Susanti/Ichsan Amin)

(Kurniasih Miftakhul Jannah)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya