Menjaga Ekspektasi
Mengingat inflasi akan banyak memengaruhi ekspektasi pasar, pengelolaan kebijakan dari sisi moneter dan fiskal diharapkan mampu bergerak dinamis dan harmonis agar dapat mendekati derivasi target inflasi.
Transmisi kebijakan dari keduanya akan menjadi ujung tombak pengendalian inflasi. Syukurnya dalam beberapa tahun terakhir kita mampu menjaga tingkat inflasi tahunan berada pada kisaran yang rendah di antara rentang 3-5% (yoy).
Melalui inflasi yang relatif rendah tersebut, kita dapat menjaga agar daya saing nasional kita tetap terjaga baik. Walaupun begitu ke depan masih dibutuhkan langkah-langkah penguatan agar mekanisme pasar tetap stabil dan minim polemik.
Pertama, transmisi kebijakan melibatkan koordinasi antara BI dan instansi lain yang juga memiliki peran terhadap pengendalian inflasi (terutama kementerian/dinas terkait). Dengan asumsi kebutuhan untuk konsumsi akan terus meningkat seiring dengan adanya kenaikan jumlah penduduk terus menerus, produksi di sektor riil perlu digenjot agar keseimbangan pasar tetap terjaga.
Oleh karena itu dibutuhkan intervensi agar produksi komoditas yang dihitung sebagai dasar inflasi seperti beras, gula, transportasi, dan kebutuhan pokok lainnya bisa selaras dengan tingkat pertumbuhan penduduk.
Dengan demikian sangat penting dijaga agar sinergi antar lembaga atau bauran kebijakan dalam penanganan inflasi (kerja sama antar lembaga) bisa berjalan dengan optimal, khususnya melalui intervensi tingkat suku bunga dan subsidi.
Dalam kondisi tertentu kadang kala impor bisa menjadi solusi jangka pendek. Namun ada baiknya jika dalam jangka panjang pola ini perlahan-lahan dikurangi (khususnya impor pangan) karena cenderung memiliki sentimen negatif terhadap kestabilan pasar dalam negeri.
Kedua, mengingat inflasi sering kali dihadapkan pada shock yang mendadak dan spekulasi tingkat tinggi, dibutuhkan teknologi informasi yang kuat untuk mendukung pengelolaan pengendalian inflasi. Peran teknologi informasi sangatlah penting, terutama untuk menjaga kecepatan dan ketersedia an/ akurasi data.
Dengan data yang valid dan cepat, inflasi akan mudah terdeteksi dan memudahkan pembuat kebijakan dalam merespons situasi pasar. Hal ini juga bertujuan menanggulangi beberapa kondisi khusus seperti adanya ketimpangan harga pada sebagian wilayah karena surplus/defisit produksi barang serta adanya rente/spekulan produksi.
Nah, contoh nya seperti tahun kemarin ketika sempat muncul polemik pada saat pemerintah ingin melakukan impor beras. Beberapa provinsi ternyata sedang mengalami surplus produksi untuk cadangan beras.
Oleh karena itu integrasi kebijakan sangat perlu didukung dengan adanya integrasi data yang akurat efektif. Tuntutan akan implementasi teknologi informasi dalam perumusan kebijakan pemerintah semakin penting dan seharusnya pemerintah sudah mempersiapkan semua.
Candra Fajri Ananda
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya
(Dani Jumadil Akhir)