Gejolak Ekonomi Global Masih Bayangi Pergerakan Rupiah

Koran SINDO, Jurnalis
Rabu 13 Februari 2019 10:21 WIB
Uang Rupiah. Foto: Ilustrasi Shutterstock
Share :

JAKARTA –Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada akhir perdagangan, Selasa (12/2) berdasarkan data Yahoo Finance, melemah menjadi Rp14.065/ USD dibandingkan sebelumnya Rp14.035/USD.

Sementara menurut kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia, rupiah tertahan pada zona merah menjadi Rp14.088/ USD. Nilai tukar rupiah kian melemah di pembukaan perdagangan pekan ini, walaupun penjualan ritel Indonesia melampaui ekspektasi dengan mencatat peningkatan 7,7% pada Desember 2018.

Meskipun penjualan ritel yang positif akan meningkatkan keyakinan terhadap kekuatan fundamental ekonomi Indonesia, pergerakan nilai tukar rupiah tetap sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal. Research Analyst FXTM Lukman Otunuga mengatakan, dolar Amerika Serikat (AS) yang menguat masih terus membebani kurs rupiah dan mata uang pasar berkembang lainnya.

Baca Juga: Rupiah Pagi Ini Menguat ke Rp14.027/USD

Kombinasi apresiasi dolar AS dan kekhawatiran mengenai perlambatan pertumbuhan global mungkin menekan rupiah di jangka pendek. Namun, keputusan The Fed akan kecondongan untuk menunda kenaikan suku bunga (dovish) seharusnya akan membatasi penurunan.

“Perhatian investor akan tertuju pada data perdagangan yang dijadwalkan untuk dirilis pada hari ini (Rabu) yang mungkin memberi informasi tambahan mengenai keadaan ekonomi Indonesia,” ujar Lukman di Jakarta kemarin.

Menurut dia, data ini akan sangat dicermati untuk melihat pertanda dampak ketegangan dagang terhadap impor dan ekspor Indonesia. Nilai tukar rupiah dapat meningkat apabila data ekonomi Indonesia terus melampaui prediksi pasar.

“Rupiah dapat menyentuh Rp14.100 di jangka pendek apabila dolar AS terus menguat,” ungkap dia. Global Head of Currency Strategy & Market Research FXTM Jameel Ahmad menambahkan, hal lain yang mungkin memperkuat dolar AS adalah keadaan ekonomi Negeri Paman Sam tersebut yang terus mengesankan.

 

Pada saat yang sama, berbagai negara selain Amerika Serikat di pasar berkembang dan maju, juga menghadapi risiko negatif di ekonomi masing-masing. Menurut dia, posisi kebijakan suku bunga AS saat ini akan memungkinkan bank sentral lainnya menghentikan sementara pengetatan kebijakan moneter di negara masing-masing.

Karena bank sentral di seluruh dunia akan mempertahankan suku bunga atau cenderung melonggarkan, investor semakin tidak tertarik untuk melepas dolar AS. Prospek kebijakan moneter global yang dovish dan indikator kekuatan ekonomi Amerika Serikat yang semakin positif, akan membuat dolar AS semakin menarik.

“Hasil negosiasi dagang yang positif akan berdampak negatif pada dolar AS,” ujarnya. Sementara itu, apabila Presiden AS Donald Trump memberlakukan kenaikan tarif barang China pada 2 Maret 2019, dolar AS dapat semakin menguat.

“Walaupun kedua negara ini menghadapi berbagai hambatan politik dan ekonomi, pasar berharap bahwa kesepakatan dapat segera tercapai. Ini akan dianggap berdampak negatif pada dolar AS,” katanya.

Apabila kesepakatan berhasil disetujui di Washington untuk mendanai pemerintah AS dan di Beijing untuk menghindari kenaikan tarif, hal ini akan dianggap sebagai pemicu kembalinya sentimen risk-on .

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya