JAKARTA - Uni Eropa menolak keberadaan minyak sawit Indonesia secara halus. Di mana 28 negara anggota Uni Eropa berkomitmen untuk memastikan keberlanjutan bioenergi dan terus maju untuk memenuhi target energi dan iklim 2020 dan 2030.
"Kami juga terus menuju Energy Union yaitu dengan memanfaatkan energi yang aman, terjangkau dan berkelanjutan," ujar Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Guérend, dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Kamis (21/3/2019).
Sebagai bagian dari kerangka kebijakan komprehensif kami, Uni Eropa memiliki target baru dan mengikat mengenai energi terbarukan untuk tahun 2030 yaitu sekurang-kurangnya 32%. Target ini disetujui oleh Parlemen Eropa dan Negara-negara Anggota Uni Eropa pada bulan Juni tahun lalu melalui diadopsinya Arahan Energi Terbarukan (Renewable Energy Directive/ REDII).
Baca Juga: Soal Kampanye Hitam Sawit RI Akan Gugat ke WTO, Ini Reaksi Uni Eropa
Biofuel adalah elemen penting dari kebijakan energi terbarukan Uni Eropa. Namun, peraturan diperlukan untuk memastikan produksi bahan baku (feedstock) untuk biofuel merupakan bahan berkelanjutan dan tidak menyebabkan deforestasi melalui perubahan pengunaan lahan tidak langsung (indirect land use change/ ILUC).
Oleh karenanya, Arahan Energi Terbarukan (bentuk hukum Uni Eropa) yang kini sudah berlaku, menentukan pula suatu pendekatan baru untuk memastikan bahwa tanaman yang digunakan untuk produksi biofuel.
“Tidak berasal dari area yang mengalami deforestasi atau lahan gambut, di mana pun diproduksinya dan tanaman tersebut tidak sekedar memindahkan produksi lain ke tempat yang tinggi karbon dan bernilai alam tinggi lainnya,” ujarnya.