JAKARTA - Terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 35/PMK.03/2019 tentang Penentuan Bentuk Usaha Tetap (BUT) akan memudahkan pemerintah memungut pajak dari perusahaan over the top (OTT) asing beroperasi di Indonesia.
Di samping itu, beleid terbaru itu juga bisa membantu pemerintah dalam mengontrol konten-konten berbahaya yang biasa muncul di berbagai platform berbasis internet. Harapannya, selain menjadi sumber subjek pajak baru, juga bisa menghindari perselisihan perpajakan di kemudian hari.
PMK yang mulai berlaku sejak 1 April itu diharapkan menjadi solusi yang telah lama ditunggu para pelaku usaha dalam negeri. Selama ini, keberadaan OTT asing yang beroperasi di Indonesia di anggap hanya mengambil keuntungan dari pasar dalam negeri tanpa dikenakan kewajiban perpajakan seperti korporasi pada umumnya.
“PMK ini dikeluarkan seiring dengan meningkatnya perkembangan model usaha lintas negara yang melibatkan subjek pajak luar negeri,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Hestu Yoga Saksama di Jakarta kemarin.
Baca Juga: Sulit Capai Target Kepatuhan Wajib Pajak Lapor SPT 85%
Dia menambahkan, untuk memungut pajak dari OTT asing seperti Google, Facebook, atau platform lainnya, diperlukan kepastian hukum. Menurut Hestu, PMK tersebut akan mempertegas dua hal, yakni pertama mengenai kepastian hukum bagi orang pribadi atau badan asing yang berusaha melalui BUT di Indonesia.
Dan kedua , PMK memperjelas undang-undang pajak penghasilan (PPh) mengenai penentuan BUT. “Di UU PPh sudah ada juga, tetapi perlu diperjelas lebih jauh sehingga memberikan kepastian hukum yang lebih baik untuk menghindari dispute ,” ujarnya.
Hestu melanjutkan, PMK ini untuk memberi penegasan sehingga ada panduan yang jelas bagi masyarakat, badan asing, dan petugas pajak di lapangan.”Itu sebenarnya bukan hal yang baru, hanya menjelaskan apa yang sudah ada di UU saja dalam bentuk PMK yang lebih detail lagi,” jelasnya.
Hestu menerangkan, perusahaan seperti Google dan Facebook perlu diidentifikasi mengenai data penghasilannya. Pasalnya, dalam beleid itu terdapat aturan jika perusahaan asing yang BUT memiliki penghasilan besar maka bisa dikenakan pajak.
Pelaksana Tugas Kepala Biro Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Ferdinandus Setu mengatakan, PMK yang mengatur penentuan BUT merupakan salah satu peraturan yang didorong oleh Kominfo.
Dia menilai dengan aturan ini maka perusahaan dengan platform media sosial dan digital bisa lebih dipantau keberadaannya di Tanah Air.”Platform media sosial ini sangat rentan terhadap ujaran kebencian dan berpotensi mengganggu keamanan negara. Sejak awal, aturan ini didorong juga oleh Ko m info sebagai dasar adanya kantor perwakilan di tanah air,” ujarnya kepada KORAN SINDO. Dia meyakini perusahaan berbasis media sosial dan digital sudah mengantisipasi aturan ini dan siap bekerja sama dengan pemerintah.
“Saya kira mereka sudah antisipasi ya , sehingga tidak akan ada masalah nantinya, karena perjuangan lahirnya aturan ini dilakukan sejak lima tahun silam,” ujarnya. Setu mengakui PMK ini akan memberikan keuntungan dari sisi penambahan potensial wajib pajak baru.