JAKARTA–Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bakal mengumumkan instansi pemerintah daerah (pemda) yang tidak menuntaskan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) terhadap pegawai negeri sipil (PNS) yang tersangkut tindak pidana korupsi (tipikor).
Pemda diharapkan bisa menuntaskan PTDH tepat waktu. Sebagaimana surat edaran (SE) yang keluarkan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB), instansi pusat maupun daerah diberikan waktu sampai akhir April ini untuk menuntaskan proses PTDH terhadap 2.357 PNS tipikor yang sudah incracht (berkekuatan hukum tetap).
“Pasti kita umumkan. Salah satu bentuk dari akuntabilitas adalah kita akan umumkan daerah-daerah mana saja yang tidak taat. Kita umumkan secara terbuka daerah mana saja belum menindaklanjuti PTDH bagi PNS yang sudah incracht,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri Akmal Malik di Jakarta, kemarin.
Baca Juga: Jam Kerja PNS Lebih Cepat Selama Puasa, Ini Jadwal Lengkapnya
Dia mengatakan, saat ini sudah bukan waktunya mengimbau, tetapi harus langsung eksekusi. Diharapkan semua kepala daerah bisa menuntaskannya sampai batas waktu yang ditetapkan.
Akmal memastikan akan ada sanksi pada pemda yang bandel jika sampai 30 April hal tersebut belum juga dituntaskan.
“Kita akan tegur dulu. Nanti setelah 30 April bagi kepala daerah yang belum juga mengekesekusi kewajibannya, maka kita akan kasih surat peringatan. Apalagi ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Itu kan memperkuat. Kalau dikasih 10 cc obatnya tidak mempan, kita naikkan 20 cc, mungkin ada teguran sanksi administratif berikutnya seperti penghentian hak-hak keuangan, juga penghentian sementara,” katanya.
Akmal mengatakan, seharusnya dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi No 87/PUU-XVI/2018 itu bisa menghilangkan keraguan kepala daerah sebagai pejabat pembina kepegawaian (PPK) dalam melakukan PTDH PNS tipikor.
Sebelumnya, dia menegaskan, akan segera menyurati daerah terkait putusan MK yang me - wajibkan PTDH PNS korupsi.
Baca Juga: Mutasi PNS, Begini Aturan Mainnya
“Sudah jelas kita memaknai putusan MK untuk menjawab keragu-raguan kepala daerah me laksanakan kewajibannya undang-undang (UU), kan yang boleh menguji UU itu MK.
MK sudah menjawab bahwa UU itu benar. Artinya, jangan lagi kepala daerah ragu melaksanakan kewajiban mereka melaksanakan UU,” ujarnya.
Dia mengakui banyak kepala daerah ragu memberhentikan PNS tipikor karena berbagai alasan. Salah satunya PNS terlibat kasus hukum dan putusannya ke luar bukan saat PPK tersebut menjabat sebagai kepala daerah.
“Terjadi di masa lalu. Lalu juga mungkin ada persoalan elektabilitas, ini kan sedang pemilu, jadi politik berdampak pula. Lalu ada rasa segan terhadap keluarga. Ini karena yang diberhentikan itu punya keluarga. Mungkin keluarganya teman dekat kepala daerah,” tuturnya.
Akmal mengaku sebenarnya pemberhentian PNS tipikor terus digenjot. Bahkan, ada beberapa kepala daerah meminta rekomendasi terkait keputusan PTDH PNS tipikor.
Dalam waktu empat bulan terakhir ada 15 surat rekomendasi yang diberikan kepada kepala daerah untuk melakukan PTDH. “Saya menandatangani hampir 15 surat izin untuk ke pala daerah yang ragu memberhentikan PNS dengan tidak hormat. Jadi, kepala daerah yang ragu, mereka menyurati kita. Saya tanda tangan, kita jawab, silakan anda diizinkan untuk memberhentikan si A, si B,” ujarnya.
Kepala Biro (Karo) Humas Badan Kepegawaian Negara (BKN) Mohammad Ridwan mendukung langkah Kemendagri tersebut.
Menurutnya, sebagaimana UU No.30/2014 tentang Adminis trasi Pemerintahan, memungkinkan bagi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) memberikan sanksi kepada kepala daerah yang melanggar UU.
“Itu dimungkinkan. Maka waktu Januari akhir atau Februari itu ketika ada pertemuan dengan BPK, BPKP, Kemendagri, Kemenpan-RB, BKN masing-masing memakai cara-cara sen - diri mempercepat ini.
Menpan- RB lewat SE itu, Ke mendagri juga bisa beri sanksi. Jadi bagi kami positif saja hal itu,” ujarnya. Ridwan mengungkapkan, adanya putusan MK itu merupakan peluru bagi para PPK untuk melakukan PTDH.
Menurutnya, PPK harus segera melakukan PTDH bagi PNS yang melakukan tindak pidana. Bahkan menurutnya dalam waktu dua hari ada progres PTDH. “Kalau pergerakan dari 2.357, baru 1.176 orang totalnya.
Itu naik 29 orang dalam waktu dua hari. Ini bukti sebagian besar PPK menunggu putusan MK,” tuturnya. Dia mengatakan, dari 1.176 PNS tipikor yang sudah PTDH, 58 orang merupakan PNS instansi pusat.
Sementara sisanya 1.118 orang merupakan PNS instansi daerah. “Sekarang tidak ada lagi alasan. Menpan sudah beri tenggat waktu sampai 30 April. Ini menjelang puasa, ayo bersih-bersih. Mudah-mudahan tidak ada alasan apapun lagi. Ini sudah clear dan terang benderang,” katanya.
(Feby Novalius)