JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menjelaskan, sepanjang tahun 2018 ketidakpastian ekonomi global berdampak pada kondisi moneter dan stabilitas sistem keuangan Indonesia. Dampak kenaikan buku bunga acuan The Fed (Fed Fund Rate/FFR) membuat keluarnya dana asing (capital outflow) dari negara berkembang.
Kondisi tersebut membuat BI harus merespons dengan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 175 basis points (bps) sepanjang tahun 2018. Tujuannya untuk menarik kembali modal asing ke dalam negeri (capital inflow), sehingga menstabilkan nilai tukar Rupiah yang melemah akibat penguatan Dolar AS pasca The Fed menaikkan FFR.
Baca Juga: BI Perluas Layanan Kirim Uang Pakai Sistem Kliring Transfer
Hal tersebut diungkapkan Perry dalam peluncuran buku Kajian Stabilitas Keuangan Semeter II 2018, pada hari ini Jumat (3/5/2019). Buku kajian edisi ke-32 itu bertema Penguatan Intermediasi di tengah Ketidakpastian Ekonomi Global.
"Tantangan langkah-langkah kebijakan moneter di tahun lalu masih sejalan dengan upaya menjaga stabilitas sistem keuangan, baik secara mikro maupun makro. Inilah tantangan yang harus kita cermati dari sisi bank sentral. Sehingga respons yang tepat harus dirumuskan," jelasnya di Gedung BI, Jakarta, Jumat (3/5/2019).
Dia menyatakan, kenaikan suku bunga acuan BI ternyata tak terlalu berdampak pada kenaikan suku bunga kredit, seperti yang selama ini dikhawatirkan. Menurutnya, hal ini karena BI menggunakan berbagai instrumen kebijakan untuk memitigasi berbagai risiko dalam sistem keuangan.