JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, kondisi goncangan di pasar keuangan domestik dalam beberapa waktu terakhir dipicu sentimen negatif dari ekonomi global. Pasar modal hingga nilai tukar Rupiah terimbas oleh kondisi perdang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang semakin memanas.
"Pemicu awalnya adalah kondisi dari luar negeri, terutama dengan tindakan yang cukup drastis dari AS dan China. Ini sebetulnya agak tidak diantisipasi," ujar di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Kamis (24/5/2019).
Menurutnya, negara-negara di dunia sudah menaruh harapan terkait ada kesepakatan bersama antara AS dan China untuk menyelesaikan perang dagang. Di dorong sejumlah pertemuan yang sudah dilakukan antara petinggi dua negara dengan ekonomi terbesar itu.
"Tapi saat Presiden AS Donald Trump sampaikan ketidakpuasan terhadap proses dan secepat-cepatnya membuat keputusan untuk menambah tarif impor dari China, seluruh policy maker tidak mengantisipasi perubahan yang sangat drastis itu," jelasnya.
Kondisi ini membuat kejutan bagi seluruh negara, padahal tanda-tanda kesepakatan antara AS dan China sudah mulai terlihat sejak Desember 2018. "Tadinya semua mengharapkan ini akan pasti tapi terjadi perubahan yang sangat besar, itu yang sebabkan element of surprise (kejutan) di dalam situasi yang terjadi," katanya.
Kondisi ini memicu ketidakpastian global, berdampak pada seluruh negara, terutama pada negara-negara berkembang. "Sinyal itu memang membuat seluruh pasar saham dan pasar obligasi di dunia, termasuk nilai tukar terpengaruh," ungkap dia.
Senada, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo pun menilai faktor global lebih membuat terjadinya modal asing keluar (capital outflow), ketimbang arus masuk (capital inflow). Pada pekan lalu saja, modal asing yang keluar dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp,7,3 triliun, setelah adanya eskalasi perang dagang.