JAKARTA - Pemerintah diminta untuk bijak dalam menyikapi defisit neraca peradagangan. Jangan gegabah dalam mengambil kebijakan untuk merespon angka defisit neraca perdagangan.
Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) Rachmi Hertanti mengatakan, pemerintah diharapkan tidak selalu bersikap reaktif dalam menghadapi persoalan defisit neraca perdagangan atau berbagai permasalahan yang terkait dengan investasi.
"Ke depan, Pemerintah Indonesia harus menata kebijakan perdagangan secara struktural, dan bukan sekedar strategi reaktif yang jangka pendek," ujarnya dikutip dari Inews.id, Minggu (23/6/2019).
Menurut Rachmi, permasalahan struktural adalah faktor yang mengakibatkan munculnya defisit neraca perdagangan Indonesia.
Hal tersebut, lanjutnya, juga akan memengaruhi fondasi perekonomian nasional dalam jangka panjang.
Apalagi, ia mengingatkan bahwa ancaman perang dagang AS-China juga berpotensi memperburuk kinerja perdagangan.
Untuk itu, ujar dia, perlu strategi tepat untuk memperbaiki struktur kebijakan perdagangan Indonesia dalam rangka meningkatkan daya saing.
"Meningkatkan ekspor tetapi hanya dengan bermodalkan komoditas yang bernilai tambah rendah akan sulit memanfaatkan potensi pasar yang ada. Lagi pun, membuka akses pasar dalam kerja sama FTA dengan menetapkan tarif nol persen hampir di 100% pos tarif juga membuka potensi ancaman peningkatan nilai impornya. Diperlukan juga skema antisipasinya," kata Rachmi.
Sebagaimana diwartakan, Pemerintah Indonesia menargetkan pertumbuhan kinerja ekspor Indonesia pada tahun 2019 sebesar 5,5-6,6%. Bahkan Menteri Perdagangan menargetkan peningkatan ekspor non-migas Indonesia bisa mencapai 7,5%.
(Rani Hardjanti)