JAKARTA - Bak jatuh tertimpa tangga pula. Kiasan ini seolah mirip dengan yang dialami oleh PT Garuda Indonesia Tbk (GGIA). Gara-gara laporan keuangannya yang dinyatakan bermasalah, maskapai berpelat merah ini dihadapkan sejumlah sanksi baik dari pemerintah maupun regulator pasar modal.
Selain Garuda sanksi juga diterima oleh auditor laporan keuangan Garuda Indonesia, yakni Akuntan Publik (AP) Kasner Sirumapea dan Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan, auditor laporan keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) dan Entitas Anak Tahun Buku 2018.
Berikut sanksi-sanksi yang menimpa Garuda Indonesia dan Auditor laporan keuangan yang dirangkum Okezone.
1. Auditor Laporan Keuangan Garuda Dibekukan Setahun
Auditor keuangan Garuda Indonesia terkena imbas dari Menteri Keuangan Sri Mulyani. Sri Mulyani memberikan sanksi berupa Pembekuan Izin selama 12 bulan (KMK No.312/KM.1/2019 tanggal 27 Juni 2019) terhadap AP Kasner Sirumapea karena melakukan pelanggaran berat yang berpotensi berpengaruh signifikan terhadap opini Laporan Auditor Independen (LAI); dan
Baca Juga: Sosok Kasner Sirumapea, Auditor Laporan Keuangan Garuda yang Bermasalah
Selain sanksi, Kementerian Keuangan juga memberikan peringatan Tertulis dengan disertai kewajiban untuk melakukan perbaikan terhadap Sistem Pengendalian Mutu KAP dan dilakukan reviu oleh BDO International Limited (Surat No.S-210/MK.1PPPK/2019 tanggal 26 Juni 2019) kepada KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan.
Dasar pengenaan sanksi yaitu Pasal 25 Ayat (2) dan Pasal 27 Ayat (1) UU Nomor 5 tahun 2011 dan Pasal 55 Ayat (4) PMK No 154/PMK.01/2017.
2. Direksi dan Komisaris Garuda Kena Denda Rp100 Juta
Otoritas Jasa Keuangan juga akan mengenakan sanksi kepada jajaran Direksi dan Komisaris dari Garuda Indonesia. Mereka diharuskan patungan untuk membayar denda Rp100 juta.
Baca Juga: Auditor Laporan Keuangan Garuda Ditenggat 3 Bulan Perbaiki Mutu
Selain itu ada dua poin sanksi lagi yang diberikan OJK. Pertama adalah, Garuda Indonesia harus membayar Rp100 Juta. Selain itu, masing-masing Direksi juga diharuskan membayar Rp100 juta.