JAKARTA – Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 menurun menjadi 5,1%. Hal ini dikarenakan gejolak global yang menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi di negara lain.
“Karena kondisi eksternal yang kurang baik, pertum buhan ekonomi diperkirakan turun menjadi 5,1% pada 2019,” kata Ekonom Utama Bank Dunia di Indonesia Frederico Gil Sander dalam pemaparannya di acara peluncuran The June 2019 Edition of the Indonesia Economic Quarterly di Jakarta, kemarin.
Angka tersebut yang didasarkan pada catatan Produk Domestik Bruto (PDB) menunjuk kan penurunan 0,1% jika dibandingkan dengan PDB sebesar 5,2% pada 2018. Sedangkan pada 2020 pertumbuhan ekonomi akan kembali pulih atau naik 0,1% menjadi 5,2%.
Baca Juga: Bank Dunia Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Jadi 5,1% di 2019
Sander menyebutkan, percepatan yang sedang pada konsumsi swasta diperkirakan akan terus berlanjut, sementara inflasi masih rendah dengan pasar tenaga kerja masih menguat.
Sementara itu, posisi fiskal juga diperkirakan meningkat sehingga memungkinkan pemerintah meningkatkan investasi pada sejumlah proyek infrastruktur dan memulai kembali upaya rekonstruksi pasca-bencana.
“Meski melambat, pertumbuhan investasi diperkirakan akan terus menguat, khususnya setelah periode pemilu. Sementara ketidakpastian yang diakibatkan oleh situasi politik juga berkurang, sedangkan sentimen bisnis terhadap program reformasi yang diusulkan pemerintah semakin optimistis,” katanya.
Baca Juga: World Bank Beri Utang Rp4,2 Triliun ke Indonesia
Di tengah situasi global yang kurang baik, pertumbuhan ekspor diperkirakan melemah. Sementara pertumbuhan impor juga diperkirakan melemah sejalan dengan melambatnya pertumbuhan investasi.
Kebijakan pemerintah membatasi impor diperkirakan akan terus diberlakukan. Mengingat adanya pelemahan pada nilai ekspor dan impor, sektor eksternal akan memberikan kontribusi cukup sedang terhadap per tum buhan pendapatan total tahun ini dan tahun men datang.
Konsumsi Swasta RI Menguat
Bank Dunia mencatat pertumbuhan konsumsi swasta Indonesia meningkat menjadi 5,3% pada kuartal 1/2019 dibandingkan dengan 5,2% pada kuartal IV/2018.
“Peningkatan cukup sedang pada konsumsi swasta diperkirakan akan terus berlanjut,” ujar Sander.
Dia mengungkapkan, pertumbuhan itu didukung kenaikan cukup tajam pada belanja konsumsi partai politik yang tumbuh sebesar 16,9% pada kuartal pertama dibandingkan 10,8% pada kuartal keempat tahun lalu. Namun demikian, dia mencatat adanya perlambatan pada pertumbuhan konsumsi rumah tangga menjadi 5,0% dari 5,1% pada kuartal sebelumnya.
Melambatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga itu disebabkan menurunnya tingkat konsumsi di sektor jasa di antaranya transportasi dan komunikasi serta konsumsi restoran dan hotel. Di antara konsumsi rumah tangga tersebut, konsumsi makanan dan minuman sekali lagi memberi kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan konsumsi swasta.
Sementara konsumsi di sektor kesehatan dan pendidikan meningkat pada laju tercepatnya. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Suahasil Nazara mengatakan, pada kuartal II/2019 pertumbuhan ekonomi didorong oleh konsumsi masyarakat selama puasa dan Lebaran.
Selain itu, adanya pemilu juga turut mendorong konsumsi Lembaga Nonprofit Rumah Tangga (LNPRT) pada kuartal II/2019.
“Namun pada saat yang sama, kami juga melihat ke mung kinan investasi agak melambat karena investor cenderung melakukan wait and see. Jadi mereka masih menunggu hasil pemilu yang baru selesai pada April. Kita harapkan ada kenaikan inves tasi pada bulan Juni,” ujarnya baru-baru ini.
Meski pertumbuhan ekonomi kuartal II/2019 diperkirakan lebih tinggi daripada kuartal sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,07%, namun secara year-on-year (yoy) pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2019 tidak setinggi periode sama tahun 2018 yang mampu tumbuh sebesar 5,27%. “Kami prediksi lebih rendah dari tahun lalu,” ungkapnya.
Sebelumnya, Bank Indo nesia (BI) juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II/2019 akan melandai akibat penurunan kinerja ekspor. Eskalasi ketegangan perdagangan global yang meningkat berdampak pada penyusutan kinerja ekspor akibat terbatasnya permintaan dunia dan turunnya harga komoditas.
Meski begitu, harga sejumlah komoditas, seperti kimia, besi dan baja, batu bara, serta minyak nabati masih relatif baik. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengata kan, realisasi APBN sampai akhir Mei 2019 masih menunjukkan kondisi terkendali dan kinerja yang baik.
Penerimaan negara tumbuh 6,2% lebih baik dibanding pertumbuhan hingga April sebesar 0,5%. Pertumbuhan penerimaan perpajakan sebesar 5,7% lebih baik diban ding pertumbuhan hingga April sebesar 4,7%. Pertumbuhan PNBP sebesar 8,6% membaik dibanding posisi hingga April yang tumbuh negatif 14,8%. Penyerapan belanja negara tum buh 9,8% lebih tinggi dari tahun sebelumnya sebesar 7,9% dan lebih baik juga dibanding pertumbuhan hingga April sebesar 8,4%.
(Dani Jumadil Akhir)