JAKARTA – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai kenaikan iuran BPJS Kesehatan hingga 100% menjadi beban konsumen. YLKI menilai kenaikan iuran menjadi solusi tunggal untuk menekan tingginya defisit BPJS Kesehatan.
Baca Juga: Komisi XI Usul Bentuk Pansus Periksa 'Penyakit' Defisit BPJS Kesehatan
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, pemerintah via Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengusulkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan kelas I menjadi Rp160.000. Jika dilihat dengan besaran iuran yang berlaku sekarang ini, memang masih jauh di bawah biaya pokok (cost structure). Dengan demikian usulan Menkeu untuk menaikkan iuran BPJSKes adalah hal yang rasional.
Hanya pertanyaannya, lanjut Tulus apakah kenaikan itu harus dibebankan ke konsumen, ataukah ada potensi skema lain untuk menekan tingginya defisit finansial BPJS Kesehatan.
“Artinya, tidak serta merta kenaikan iuran itu menjadi solusi tunggal untuk dibebankan ke konsumen,” ujarnya, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (4/9/2019).
Baca Juga: Hindari Penunggakan Iuran, BPJS Kesehatan Terapkan Sistem Autodebit
Menurut dia, pemerintah bisa saja melakukan relokasi subsidi energi dan atau menaikkan cukai rokok. Sebagian dari subsidi energi yang masih mencapai Rp157 triliun sebagian bisa direlokasi menjadi subsidi BPJS Kesehatan.
“Atau yang urgen adalah menaikkan cukai rokok secara signifikan, dan persentase kenaikan cukai rokok itu sebagiannya langsung dialokasikan untuk memasok subsidi ke BPJS Kesehatan,” tuturnya.
Skema seperti ini selain tidak membebani konsumen BPJS, juga sebagai upaya preventif promotif, sehingga sangat sejalan dengan filosofi BPJS Kesehatan.
Selain itu pemerintah bisa menambah suntikan subsidi di BPJS Kesehatan, sebab kalau untuk subsidi energi saja pemerintah mau menambah, kenapa untuk subsidi BPJS Kesehatan tidak?
“Padahal tanggung jawab terhadap keberlangsungan JKN adalah tanggung jawab pemerintah,” ujarnya.
(Feby Novalius)