JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluhkan sedikitnya minat perusahaan asing menanamkan modalnya di Indonesia. Dari 33 perusahaan yang keluar dari China, justru lebih memilih Vietnam hingga Malaysia untuk menanamkan modalnya.
Baca Juga: Tertipu Investasi Bodong, Alasannya Mau Cepat Kaya
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti mengaku heran mengapa perusahaan asing yang keluar dari China tak ada satupun yang mampir ke Indonesia. Awalnya, dirinya juga mempertanyakan mengapa Indonesia bisa kalah menarik dibandinkan Vietnam.
"Pak Presiden kan menjadi concern kenapa ada 33 perusahaan yang dari China pergi. Kenapa mereka pindahkan untuk ngirimkan ke AS juga susah kan, kok enggak ada yang masuk ke RI," ujarnya saat ditemui di Museum Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (6/9/2019).
Namun setelah dirinya menelusuri penyebabnya, Destri akhirnya mengetahui penyebab mengapa 33 perusahaan itu enggan masuk ke Indonesia. Menurutnya, salah satu penyebabkan karena keberatan dengan perizinan di Indonesia.
Terkait hal lainnya para investor masih bisa memakluminya. Namun khusus untuk perizinan investor tidak bisa mentolelir.
Baca Juga: 33 Perusahaan Hengkang dari China Pilih Vietnam, Indonesia Kalah Gesit
Menurut Destri, pemerintah bisa menawarkan investor asing proyek-proyek yang sudah jalan. Sehingga investor tidak perlu lagi mengurus izin yang panjang.
"Memang kemudian kita telusuri. Satu hal yang memang membuat mereka berat itu perizinan. Kalau misalnya masalah wilayah, tenaga kerja dan sebagainya itu kan sesuatu yang bisa diukur. Itu bisa di tempatkan ke dalam perhitungan mereka, visibility mereka. Tapi yang tak bisa diukur adalah perizinan, selesainya kapan, pembebasan lahan," jelasnya.
Destry menambahkan, saat ini memang secara keseluruhan aliran dana asing yang masuk masih mencapai Rp170 triliun, namun dari jumlah tersebt kebanyakan masuk ke pasar saham dan obligasi. Sementara ekonomi RI saat ini lebih butuh investasi asing langsung atau Foreign Direct Investment (FDI) memang
"Akan lebih bagus jika ini diimbangi masuknya FDI yang lebih besar," kata Destry.
(Feby Novalius)