Harga Hunian Tak Terjangkau Buat Pasutri Harus Hidup Sendiri-Sendiri

, Jurnalis
Senin 28 Oktober 2019 11:58 WIB
apartemen (Okezone)
Share :

Kemarahan terhadap masalah permukiman di sana turut memicu gelombang unjuk rasa yang terjadi di Hong Kong belakangan.

Meskipun demonstrasi mulanya disebabkan oleh rancangan undang-undang ekstradisi yang kini sudah dicabut, ada pula kekhawatiran terhadap pengaruh Beijing serta jalan buntu untuk mencapai demokrasi yang lebih baik.

 

Demonstrasi juga didorong rasa frustrasi terhadap kegagalan pemerintah untuk menanggulangi masalah kesenjangan - persepsi bahwa pemerintah lebih 'membela' para pengembang properti ketimbang warganya sendiri - ditambah kekhawatiran tentang dampak para imigran dari daratan terhadap inventaris permukiman menjadi faktor-faktor lain yang ikut memicu protes.

Lam, seorang pekerja media, dan Chau, staf Disneyland, sama-sama memiliki pendapatan di bawah rata-rata. Keduanya tidak membayar uang sewa kepada orang tua masing-masing, tapi tetap kesulitan menabung untuk membayar cicilan rumah dan pengeluaran terkait anak mereka.

"Kami berencana tinggal bersama, tapi dalam jangka pendek hal itu tidak mungkin," ujar Chau.

Bersama tapi terpisah

Agar bisa tinggal bersama, banyak pasangan muda Hong Kong yang mencari alternatif untuk tempat tinggal pribadi dalam bentuk perumahan umum. Tapi tidak mudah mendapatkan rumah susun umum; akibat tingginya permintaan tapi rendahnya ketersediaan, waktu tunggu rata-rata bisa mencapai lima setengah tahun. Sampai Juli saja, sudah ada 147 ribu pendaftar di daftar tunggu.

Kathy Tam, 28 tahun, dan suaminya, Louis Lee (32 tahun), berhasil mendapatkan rumah susun publik setelah mendaftar sejak tahun 2012, bertahun-tahun sebelum akhirnya menikah pada tahun 2017. "Kami sudah yakin pada satu sama lain, sehingga - bahkan tanpa rumah susun untuk tinggal bersama, kami memutuskan untuk menikah," ujar Tam.

Karena Lee sudah membuat perencanaan, mereka hanya harus tinggal terpisah selama satu tahun sebelum akhirnya pindah ke rumah susun seluas 21 meter persegi, di mana kini mereka tinggali bersama seekor kucing.

"Tidak tinggal bersama untuk jangka panjang akan membuat kami merasa keluarga kami tidak lengkap, makanya sekarang kami sangat bersyukur bisa tinggal bersama. Kami tidak akan berpikir untuk mempunyai anak tanpa ini," katanya.

Keengganan Tam dan Lee untuk memiliki anak tanpa tinggal bersama mencerminkan dampak yang lebih besar bagi wilayah tersebut, karena masa depan populasi Hong Kong ada di tangan pasangan-pasangan muda seperti mereka.

Kawasan itu memiliki tingkat kesuburan yang rendah dan terus menurun; tingkat kelahirannya jatuh lebih dari 50% dari 16,8 kelahiran per 1.000 orang pada tahun 1981, menjadi 7,7 pada tahun 2017, menurut data pemerintah setempat.

Hong Kong juga merupakan salah satu negara dengan populasi menua terbesar di Asia. Jumlah penduduk lanjut usia di sana akan menjadi sepertiga populasi pada tahun 2036 mendatang.

Jika angka kelahiran yang rendah terus terjadi, jumlah anak-anak berusia di bawah 15 tahun hanya akan memenuhi 10% jumlah populasi Hong Kong pada tahun 2066.

Menjaga 'percikan cinta' itu tetap hidup

Demografi penduduk bukan jadi satu-satunya masalah jika para pasangan tinggal terpisah, tetapi juga dasar-dasar hubungan mereka. Bagaimana cara menjaga pernikahan Anda agar tetap sehat ketika Anda tidak tinggal bersama dengan pasangan?

Wilfred Wong dan Joyce Leung, sama-sama berusia 30 tahun, kini tinggal bersama keluarga masing-masing: Joyce, di kamar dengan kasur bertingkat masa kecilnya yang dijejali berbagai boneka binatang; sementara Wilfred tinggal di Kowloon, berjarak 40 menit di seberang pelabuhan.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya