Ada Virus Korona, Bagaimana China Bisa Selamatkan Perekonomiannya?

Maylisda Frisca Elenor Solagracia, Jurnalis
Senin 03 Februari 2020 13:29 WIB
Yuan (Reuters)
Share :

JAKARTA - Pemerintah China mulai mengeluarkan miliaran dolar AS untuk membantu warganya yang terkena virus korona. Para analis memperkirakan akan datang lebih banyak lagi sumbangan untuk wabah virus ini.

Virus penyebab pneumonia ini muncul sekitar sebulan yang lalu di kota Wuhan di provinsi Hubei. Penyakit ini telah menewaskan lebih dari 200 orang.

Virus korona telah menyebar ke luar negeri. Hal ini mendorong Organisasi Kesehatan Dunia untuk menyebut virus korona sebagai kesehatan global yang telah darurat.

 Baca juga: Tak Punya Rute ke Wuhan, Garuda Indonesia Tetap Waspadai Penyebaran Virus Korona

Virus ini mulai mengganggu perekonomian China, meskipun tidak jelas apakah dampaknya akan berlanjut hingga setahun penuh.

"Kami mengharapkan Beijing untuk memperkenalkan serangkaian langkah-langkah untuk menyediakan likuiditas dan dukungan kredit bagi ekonomi negara," kata Kepala Ekonom China di Nomura Ting Lu yang dilansir CNBC pada Senin (3/2/2020).

"Namun, kami tidak berpikir langkah-langkah (kebijakan moneter dan fiskal) ini akan mengubah perekonomian dalam waktu dekat, karena wabah virus ini dapat semakin melemahkan permintaan domestik. Dengan demikian membuat pelonggaran kebijakan mendatang kurang efektif," tambahnya.

 Baca juga:Setengah Pusat Bisnis di China Tutup karena Virus Korona, Apa Dampaknya?

Setelah berita tentang virus korona muncul pada akhir Desember, pemerintah China telah meningkatkan tanggapan mereka dalam dua minggu terakhir.

Wuhan dan kota-kota lainnya di China telah dikarantina. Otoritas kereta api dan penerbangan nasional mengumumkan, masing-masing operator transit akan mengembalikan tiket, terutama penerbangan saat liburan Tahun Baru Imlek. Perjalanan kereta api pada Kamis lalu turun sebesar 77,6% dari tanggal yang sama pada tahun lalu, menurut media pemerintah.

China telah memperpanjang liburan selama tiga hari, dari yang seharusnya sudah bisa beraktivitas kembali pada 31 Januari 2020. Beberapa provinsi juga telah menunda dimulainya kembali bisnis setidaknya sampai 10 Februari 2020. Produksi industri pada bulan Januari hingga Februari di sana menurun sebesar 1,5 hingga 2 poin persentase menurut ekonom Morgan Stanley.

 Baca juga: Peran Wuhan Bagi Perekonomian China, Kota Asal Virus Korona

Kepala ekonom China di Macquarie Larry Hu mengatakan, ada tiga perbedaan di China hari ini dibandingkan saat SARS terjadi. Pertama, konsumsi kini memainkan peran yang jauh lebih besar dalam perekonomian daripada pada saat itu. Selain itu, pasar properti sudah di bawah tekanan. Permintaan global untuk barang-barang China juga tidak sekuat dulu.

Dalam beberapa bulan terakhir, laju pertumbuhan PDB triwulanan telah melambat, membawa China ke pertumbuhan ekonomi naik hanya 6,1% pada tahun lalu.

Kementerian Keuangan China mengatakan, pemerintahan telah mengeluarkan 27,3 miliar yuan setara USD3,94 miliar atau Rp54,03 triliun (kurs Rp13.715 per USD) dalam subsidi untuk pencegahan dan pengendalian virus.

Kementerian Keuangan dan Komisi Kesehatan Nasional di China juga mengumumkan kepada publik mengenai sebuah rencana dari pihak berwenang untuk menutupi biaya pribadi yang dikeluarkan oleh mereka untuk masalah wabah virus korona. Pemerintah China juga mensubsidi tenaga medis dan pekerja lain dalam pencegahan virus dengan sekitar 300 yuan setara USD42,7 atau Rp585.630 setiap hari.

Untuk membantu meringankan apa yang para pejabat sebut sebagai "kekurangan pasokan" medis yang parah, banyak pabrik China tetap buka meskipun sedang liburan Tahun Baru Imlek, dan mereka menerima dukungan pemerintah untuk melakukannya.

Masker wajah dan produsen pakaian pelindung yang berbasis di Shandong, Sanqi Medical mengatakan, ada lebih dari 200 karyawan yang bekerja sepanjang waktu. Mereka menerima gaji 200 yuan per hari, dengan subsidi pemerintah 100 yuan setara USD14,50 atau Rp198.867 per pekerja tiap harinya.

"Di depan kebijakan fiskal, kami percaya Beijing akan lebih berani pada defisit fiskal dan meningkatkan transfer pendapatan pemerintah pusat ke pemerintah lokal yang terkena dampak, terutama untuk mendukung layanan medis dan proyek-proyek yang terkait dengan produksi instrumen medis dalam waktu dekat," kata Lu.

Dia mengharapkan pemerintah untuk meningkatkan target defisit fiskal untuk tahun ini dari 2,8% pada 2019, menjadi 3% pada tahun ini. Lu juga memperkirakan Beijing akan secara substansial meningkatkan kuota untuk obligasi khusus pemerintah daerah menjadi 3,4 triliun yuan setara USD484,59 miliar atau Rp6,64 triliun tahun ini, naik dari 2,15 triliun yuan tahun lalu.

People's Bank of China mengatakan, mereka akan menggunakan operasi pasar terbuka dan alat kebijakan moneter lainnya untuk memastikan likuiditas yang cukup, mengingat penundaan pembukaan kembali pasar terbuka hingga Senin.

"Dalam pandangan kami, pemotongan RRR, penurunan suku bunga, berbagai fasilitas pinjaman, dan operasi pasar terbuka semua adalah opsi yang memungkinkan," kata Lu.

"Kami percaya PBOC juga dapat meluncurkan beberapa langkah pelonggaran kredit yang ditargetkan untuk membantu korporasi dan rumah tangga yang cenderung lebih menderita dari wabah virus," lanjutnya.

Awal pekan ini, Komisi Regulasi Perbankan dan Asuransi China juga mendorong lembaga keuangan untuk mendukung bisnis dan rumah tangga yang terkena virus, dengan sejumlah langkah seperti menurunkan suku bunga pinjaman untuk perusahaan-perusahaan yang tertekan.

Dalam menghadapi tekanan ekonomi yang meningkat, China kemungkinan akan menambah tingkat utangnya, terutama karena Beijing telah berusaha untuk meningkatkan pembiayaan untuk bisnis yang dijalankan secara pribadi. Perusahaan-perusahaan ini merupakan mayoritas pertumbuhan ekonomi di China, tetapi seringkali memiliki waktu yang lebih sulit daripada perusahaan milik negara dalam mengakses pembiayaan dari bank-bank besar milik pemerintah.

“Fakta bahwa perekonomian menurun drastis pada kuartal ini tidak mengurangi kekhawatiran Beijing tentang pendanaan untuk perusahaan swasta dan UKM. Pada kenyataannya, permintaan yang akan datang akan memperburuk mereka,” ujar CEO China Beige Book Leland Miller.

(Fakhri Rezy)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya