Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Ekonomi Lesu, China Gelontorkan Ratusan Triliun Rupiah agar Warganya Lebih Sering Belanja

Dani Jumadil Akhir , Jurnalis-Senin, 24 Maret 2025 |10:33 WIB
Ekonomi Lesu, China Gelontorkan Ratusan Triliun Rupiah agar Warganya Lebih Sering Belanja
Ekonomi Lesu, China Gelontorkan Ratusan Triliun Rupiah agar Warganya Lebih Sering Belanja (Foto: Reuters)
A
A
A

JAKARTA - Pemerintah China menjanjikan subsidi perawatan anak, peningkatan upah, dan cuti berbayar yang lebih baik, semuanya demi menggairahkan kembali ekonomi yang melambat.

Belum lagi program diskon senilai USD41 miliar (sekitar Rp677 triliun) untuk berbagai macam barang, mulai dari mesin pencuci piring dan perabotan rumah hingga kendaraan listrik dan jam tangan pintar.

Beijing sedang mengucurkan dana supaya masyarakat tergerak untuk merogoh kocek mereka. Sederhananya, penduduk tidak cukup banyak berbelanja. 

Upaya itu tampak membuahkan hasil, pada Senin (17/3). Angka resmi menunjukkan penjualan ritel tumbuh 4% dalam dua bulan pertama tahun 2025, sebuah pertanda positif untuk data konsumsi.

Namun, dengan beberapa pengecualian seperti Shanghai, harga rumah terus menurun dibandingkan tahun lalu. Ketika AS dan negara-negara besar lainnya berjuang dengan inflasi pasca-Covid, China justru mengalami kebalikannya, deflasi.

Deflasi adalah kondisi ketika tingkat inflasi turun di bawah nol yang berarti turunnya harga-harga. Di China, harga-harga merosot selama 18 bulan berturut-turut dalam dua tahun terakhir.

Sekilas, penurunan harga terdengar baik bagi konsumen. Namun, penurunan konsumsi yang terus menerus justru mengindikasikan masalah ekonomi yang lebih dalam.

Ketika orang berhenti berbelanja, pebisnis memotong harga demi menarik pembeli. Makin sering ini terjadi, makin sedikit uang yang mereka hasilkan. Apabila pebisnis tidak menghasilkan uang, mereka pun tidak banyak merekrut karyawan. Pemberian upah pun stagnan sehingga momentum ekonomi terhenti.

Itulah siklus yang ingin dihindari China. Negara Asia Timur itu sudah berjuang melawan pertumbuhan ekonomi yang lambat akibat krisis berkepanjangan di pasar properti, utang pemerintah yang besar, dan pengangguran. Penyebab rendahnya tingkat konsumsi China sebenarnya jelas, orang-orang tidak punya cukup uang.

Kalaupun cukup, mereka tidak percaya diri untuk membelanjakannya karena khawatir akan masa yang akan datang. Masalahnya adalah keengganan untuk berbelanja ini terjadi pada saat yang kritis.

China menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5% tahun ini. Untuk itu, Presiden Xi Jinping menjadikan peningkatan konsumsi sebagai prioritas utama negara itu.

Xi Jinping berharap peningkatan konsumsi domestik dapat menyerap dampak tarif AS terhadap ekspor China. Lantas apakah rencana Beijing akan berhasil?

 

Halaman:
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement