JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan di tengah perlambatan industri manufaktur global, industri manufaktur Indonesia masih bisa berekspansi dengan Purchasing Managers Index (PMI) mencapai 51,9 pada Februari 2020.
Menurut dia, nilai PMI tersebut merupakan yang tertinggi dalam 6-7 bulan terakhir, dan apabila dibandingkan dengan negara tetangga juga masih lebih tinggi. Hal ini disebabkan terjadinya pemindahan order dari China ke Indonesia.
Baca Juga: Imbas Virus Korona, United Airlines Kurangi Jumlah Penerbangan
Mewabahnya virus korona yang dimulai di China dan meluas ke negara-negara lainnya, termasuk Indonesia memang menjadi tantangan bagi perekonomian global. Padahal sebelumnya, lanjut dia sejumlah lembaga internasional sudah memproyeksi pemulihan perekonomian di beberapa negara tertentu yang akan mendorong perbaikan pertumbuhan ekonomi global.
Laporan mencatat, insiden wabah virus korona membuat kinerja industri manufaktur global mengalami penurunan.
Baca Juga: Terpapar Virus Korona, Menhub Beri Sinyal Batasi Penerbangan ke Korea hingga Italia
"Ini momentum yang baik untuk didorong agar utilisasi atau pemanfaatan pabrik ditingkatkan dan kesempatan Indonesia untuk menarik investasi. Karena manajemen risiko dari negara mitra dagang kita Indonesia sebagai negara terbesar di Asia Tenggara bisa mengantisipasi risiko global supply chain," ujar dia di Hotel Borobudur Jakarta, Rabu (4/3/2020).
Dia menjelaskan, fundamental perekonomian Indonesia juga tetap stabil dan terjaga. Pertumbuhan tetap terjaga pada kisaran 5% di 2019 dengan pendorong utama berasal dari konsumsi domestik dan investasi (PMTB). Pertumbuhan ini juga sejalan dengan perbaikan kualitas indikator sosial.
"Keberhasilan dalam menjaga pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari sinergi kebijakan yang telah dilakukan pemerintah. Kami berkomitmen untuk terus meningkatkan sinergi kebijakan fiskal, moneter, reformasi struktural, serta keberlanjutan yang akan mendorong transformasi ekonomi untuk mengatasi tantangan pada 2020," ungkap dia.
Transformasi ekonomi yang akan dilakukan tentunya terpengaruh oleh risiko eksternal juga. Risikonya berupa defisit transaksi berjalan dan neraca perdagangan yang membuat Indonesia rentan terhadap gejolak eksternal. Terlepas dari itu, Indonesia diharapkan dapat terus mencetak pertumbuhan ekonomi berkualitas dan inklusif sepanjang tahun ini. Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,3% pada 2020.
"Jadi, kami akan mempermudah impor dan ekspor. Hal yang bersifat administratif untuk dua hal itu akan dimudahkan dan disederhanakan. Dengan (Rancangan) Undang-Undang Cipta Kerja akan bisa streamlining procedure. Untuk setiap titik ekspor, semuanya harus bisa disiapkan, seperti sertifikat kesehatan, origin, dan sebagainya," tandas dia.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)