BPK Soroti Pengelolaan Utang Pemerintah

Giri Hartomo, Jurnalis
Selasa 12 Mei 2020 09:08 WIB
Grafik Ekonomi (Foto: Okezone.com/Shutterstock)
Share :

JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan buka-bukaan tentang pengelolaan utang yang dilakukan pemerintah. Apalagi, pemerintah berencana untuk menarik utang lagi ke depannya untuk pembiayaan pembangunan dan juga menutup defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agus Joko Pramono mengatakan, penarikan utang pemerintah yang dilakukan setiap tahun harus dilakukan secara hati-hati. Penarikan utang sebenarnya harus dilakukan dengan mempertimbangkan metodologi keseimbangan antara penerimaan dan belanja.

Baca Juga: Bulan Ini, Kemenkeu Cairkan Utang Rp22,5 Triliun dari ADB

"Terkait dengan pembaginya, income, itu sebetulnya metodologi saja. Kalau kita punya utang, yang penting itu adalah kemampuan membayar dan itu tidak diukur sekarang, tetapi diukur fiscal sustainability-nya," ujarnya dalam telekonferensi, ditulis Selasa (12/5/2020).

Menurut Agus, hal ini perlu dilakukan agar tidak mengganggu keuangan negara di masa mendatang. Apalagi, pemerintah masih akan terus jor-joran dalam belanja termasuk dalam pembangunan infrastruktur.

Baca juga: Lawan Virus Corona, ADB Hibahkan Rp48 Miliar untuk Indonesia

"Jadi itu per definisi adalah kita meng-asses kemampuan, solvabilitas, kemampuan jangka panjang agar kita tidak terhambat dan membuat utang tersebut menjadi ancaman di dalam melakukan belanja di masa mendatang," jelasnya.

Agung menambahkan, sebenarnya ada beberapa hal yang menjadi perhatian dari pemerintah dalam pengelolaan utang. Misalnya saja angka tax ratio atau rasio pajak yang masih sangat rendah sehingga sangat timpang.

"PDB kita terus meningkat, tetapi tax ratio kita secara konsisten menurun. Itu artinya ada poin atau angka PDB yang belum diproteksi dan termitigasi teksnya, ini yang disampaikan BPK dalam temuannya," jelasnya.

Padahal menurut agung, masih banyak Wajib Pajak yang masih luput dari pantauan pemerintah. Oleh karena itu, dirinya berharap pemerintah untuk bisa menjamah para WP misalnya melalui Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk mendongkrak tax ratio.

"Ini merupakan bagian jangka panjang bagi pemerintah untuk memitigasi risiko agar terus menggali pendapatan yang belum termitigasi guna bisa ditarik pajaknya. Karena banyak sekali di lapangan NPWP yang dorman itu banyak sekali," kata Agung.

Selain itu, pemerintah juga diminta untuk pintar-pintar memilih sebelum menarik utang. Utang yang diambil haruslah memiliki tingkat suku bunga yang rendah sehingga tidak terlalu menjadi beban di masa mendatang.

Baca juga: Lawan Virus Corona, ADB Hibahkan Rp48 Miliar untuk Indonesia

"Untuk itu maka diasses positioning utang kita. Agar tidak terjadi ancaman di masa mendatang, maka ada temuan LHP BPK, risiko pengelolaan tidak efektif, risiko rate ketinggian dan sebagainya. Kemudian juga bagaimana dengan konteks penerimaan yang cenderung kurang atau belanja yang lebih besar," kata Agung.

Senada dengan Agung, Auditor Utama Keuangan Negara II Badan Pemeriksa Keuangan Laode Nusriadi menyebut utang sangat erat kaitannya dengan kinerja sektor pendapatan negara. Bahkan dalam mengelola utang, pemerintah seharusnya memperhitungkan penerimaan dari sektor pajak, belanja negara hingga strategi pembiayaannya.

"Pengelolaan utang ini kan sifatnya residual yang tidak hanya dipengaruhi faktor utang saja, tapi ada faktor lain," jelasnya.

(Kurniasih Miftakhul Jannah)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya