JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan buka-bukaan tentang alasan mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) kepada perusahaan digital. Mengingat, pengenaan pajak digital ini menimbulkan banyak reaksi tidak senang dari kalangan masyarakat.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan, ada beberapa alasan mengapa pemerintah mengenakan PPN 10% kepada produk digital yang dijual di Indonesia. Salah satunya adalah untuk mengubah mekanisme yang berlaku saat ini.
Selama ini, pajak atas produk digital ini dikenakan kepada costumer langsung dan bukan perusahaan. Sering kali pajak PPN yang dibayarkan costumer ini tidak tersalurkan atau tidak terbayarkan.
Baca juga: Daftar 5 Sektor Usaha yang Paling Banyak Nikmati Insentif Pajak
"Problemnya adalah yang terjadi bahwa di ketentuan kita itu undang-undang PPN kita costumer di Indonesia ini harus setor sendiri PPN nya 10%," ujarnya dalam acara Market Review, Kamis (2/7/2020).
Menurut Hestu, dalam bisnis hal ini sudah dilakukan. Perusahaan memasukan PPN ke dalam kontrak bisnis dan ada pembukuan tentang utang PPN, yang mana jika tidak disetor akan ditagih oleh pihak Direktorat Jenderal Pajak.
"Nah dalam kontrak bisnis to bisnis ini sebetulnya sudah cukup berjalan Kalau bisnis itu kemudian ada di pembukuannya utang PPN perawatan Kantor Pajak kalau tidak dibayar di setor nanti akan ditagih yang di teller customer umum yang masih ini inilah dapat berjalan," jelas Hestu.