JAKARTA - Pada era pandemi seperti saat ini, pengelolaan keuangan menjadi hal yang sangat penting. Khususnya dalam mengelola pengeluaran, agar isi dompet tidak jebol.
Perencana Keuangan Safir Senduk mengatakan salah satu hal yang diperlukan dalam mengatur pengeluaran adalah harus memprioritaskan kebutuhan. Sementara pengeluaran yang sifatnya keinginan harus disingkirkan terlebih dahulu atau ditunda.
Namun, belum banyak orang yang mengerti cara membedakan keinginan dan kebutuhan. Karena menurutnya, antara keinginan dan kebutuhan bedanya sangat tipis dan sulit untuk dibedakan.
Apalagi jika barang yang dilihat menawarkan promo banting harga atau diskon besar-besaran. Pengeluaran yang tadinya bersifat keinginan bisa menjadi kebutuhan karena tergoda barang diskon.
"Kadang-kadang bedain butuh sama ingin itu tipis banget. Barangnya tuh ingin, tapi karena harganya diskon kita merasa butuh. Dan makin didiskon oh ini butuh banget. Ini yang susah. Karena kita manusia biasa," ujarnya saat dihubungi Okezone, Senin (28/9/2020).
Safir menjelaskan, kebutuhan adalah ketika barang tersebut tidak dibeli maka akan mengganggu kehidupan. Sedangkan keinginan adalah ketika barang tersebut tidak dibeli, tidak akan berpengaruh apa-apa pada kehidupan.
Namun jika keinginan tersebut terus dipenuhi maka tidak akan ada habisnya. Misalnya kebutuhan handphone, karena model handphone atau gadget lainnya akan terus berubah dan berkembang mengikuti perkembangan zaman.
Sebagai salah satu contohnya adalah ketika membeli handphone. Secara pribadi dirinya memang sangat menginginkan handphone atau bahkan bisa dibilang penggemar berat handphone.
"Saya kasih contoh, saya tahu kok handphone itu bagus, dia baru launching pula. Saya pribadi senang kok Samsung. Saya juga gila juga sama laptop. Saya senang juga sama laptop yang dibalik. Tapi waduh kalau saya turuti enggak habis-habis. Apalagi handphone pergerakannya cepat banget," jelasnya.
Safir pun mencoba menganalisis untung ruginya, misalnya jika membeli handphone sekarang maka yang dipuaskan hanya keinginan. Namun jika tidak dibeli sekarang maka tidak berpengaruh apa-apa terhadap hidupnya.
Jika memang dirinya baru bisa membeli produk handphone tersebut 6 bulan kemudian pun sebenarnya tidak masalah. Karena perusahaan pasti masih tetap memproduksi produk tersebut
"Jadi yang harus saya lakukan adalah kalau saya beli sekarang oke saya beli sekarang. Tapi kalo saya enggak beli sekarang, saya tuh gapapa juga masih hidup di dunia ini. Artinya gini, kalau saya belinya 3 bulan atau 6 bulan lagi kira-kira produk ini sudah diskon lagi belum atau dia nggak produksi lagi," jelasnya.
Mungkin, beberapa orang khawatir jika di masa mendatang gadget tersebut tidak lagi diproduksi. Namun baginya, hal tersebut justru menjadi kabar baik, sebab jika produksi dihentikan artinya produk tersebut tidak terlalu bagus.
"Enggak mungkin pasti dia masih produksi saya enggak beli sekarang juga enggak apa-apa. Saya beli 6 bulan lagi toh juga masih produksi walaupun dia enggak produksi lagi berarti dia permintaanya enggak banyak. Kebetulan dong malah lebih bagus. Jadi cara pikir saya gitu," kata Safir.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)