JAKARTA – Sebanyak 2 juta buruh direncanakan melakukan aksi mogok Nasional pada 6 Oktober hingga 8 Oktober 2020. Kegiatan itu sebagai bentuk protes atas rencana DPR yang akan mengesahkan RUU Cipta Kerja.
Menyikapi aksi tersebut, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani menilai, ketentuan mogok kerja memang diatur dalam pasal 137 UU 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Mogok kerja pun menjadi hak dasar bagi pekerja yang dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat dari gagalnya perundingan.
Baca Juga: Ketua Baleg DPR Supratman: Birokrat Koruptif akan Jadi Korban Pertama UU Cipta Kerja
“Ketentuan soal mogok kerja lebih lanjut dibahas dalam Kepmenakertrans No. 23/2003 pasal 3 yang mencatat jika mogok kerja dilakukan bukan akibat gagalnya perundingan, maka mogok kerja tersebut bisa disebut tidak sah,” kata Hariyadi dalam keterangan tertulis, Senin (5/10/2020).
Dia menjelaskan, dalam pasal 4 Kepmenakertrans tersebut juga mencatat bahwa yang dimaksud gagalnya perundingan adalah tidak tercapainya kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang diakibatkan karena pengusaha tidak mau melakukan perundingan.
Baca Juga: 2 Juta Buruh Mogok Nasional Tolak RUU Ciptaker
“Di luar hal tersebut, bisa dikatakan mogok kerja yang dilakukan adalah tidak sah dan punya konsekuensi serta sanksi secara hukum,” ujarnya.
Dia meminta kepada pimpinan perusahaan anggota Apindo mampu memberikan edukasi kepada pekerja atau buruh terkait ketentuan tentang mogok kerja termasuk sanksi yang dapat dijatuhkan jika mogok kerja dilakukan tidak sesuai ketentuan khususnya di UU 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Selain itu, mengutip Pergub DKI No. 88/2020 pasal 14 ayat (1) soal upaya penanggulangan dan penanganan pandemi Covid-19. Dalam pasal tersebut, tertulis demi kesehatan bersama, masyarakat umum ataupun karyawan tidak boleh melakukan kegiatan berkumpul atau bergerombol di suatu tempat.