Rupiah Diprediksi Menguat, Ada Sentimen Apa Saja?

Giri Hartomo, Jurnalis
Senin 12 Oktober 2020 12:59 WIB
Rupiah (Okezone)
Share :

JAKARTA - Nilai tukar Rupiah akan melanjutkan tren penguatan. Setelah menanjak selama lima hari berutut-turut pada pekan lalu.

Pada penutupan pekan lalu, nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup terapresiasi 0,07 persen atau 10 poin ke level Rp14.700. Di sisi lain, indeks dolar AS melemah 0,59% atau 0,548 poin ke level 93.057 terhadap beberapa mata uang utama.

 Baca juga: IHSG Melonjak Tinggi, Rupiah Malah Lesu ke Rp14.715/USD

Adapun, tepat pada Minggu 11 Oktober 2020, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memutuskan mengurangi kebijakan rem darurat secara bertahap dan memasuki Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) masa transisi dengan ketentuan baru selama dua pekan kedepan mulai tanggal 12 - 25 Oktober 2020.

Keputusan itu berdasarkan pada beberapa indikator, yaitu laporan kasus harian, kasus kematian harian, tren kasus aktif, dan tingkat keterisian rumah sakit rujukan Covid-19 di wilayah DKI Jakarta.

Mengutip riset Treasury MNC Bank, Jakarta, Senin (12/10/2020), hal ini kembali dianggap sebagai katalis positif terhadap kondisi pasar keuangan di dalam negeri.

 Baca juga: Perkasa Lawan Dolar AS, Rupiah Menguat ke Rp14.705/USD

Kinerja dolar AS yang melemah pada perdagangan akhir pekan ini disebabkan kondisi pasar yang berada dalam mood risk on setelah dorongan baru terhadap Gedung Putih untuk memajukan pembicaraan stimulus fiskal.

Sentimen eksternal dan internal sama-sama menjadi penggerak rupiah pada pekan ini.

“Dari internal sendiri, UU cipta kerja sebelumnya diantisipasi positif oleh pelaku pasar tapi kericuhan demo penolakan memberikan sentimen negatif ke rupiah sehingga penguatan rupiah menjadi tertahan," tulis riset tersebut.

Dari sisi eksternal, lanjut riset tersebut, sentimen positif dari pembicaraan stimulus Amerika Serikat yang mana hal tersebut bisa membantu pemulihan ekonomi AS tertunda.

Hal ini mengakibatkan pasar keluar dari aset aman dolar AS dan masuk ke aset berisiko termasuk rupiah.

"Potensi penguatan nilai tukar rupiah tetap ada dengan faktor eksternal dari AS tersebut," kutip riset.

Sedangkan dampak dari kericuhan demo akibat pengesahan UU Cipta Kerja diyakininya belum berpengaruh banyak terhadap kinerja rupiah.

Omnibus law, lmemang memberikan dampak positif berupa insentif yang begitu banyak bagi investor. Namun, aliran modal masuk Itu diperkirakan tidak semata karena faktor tarikan omnibus law.

Kendati demikian, penguatan rupiah bisa terganjal oleh demo penolakan UU Cipta Kerja yang menurutnya bisa saja berlangsung hingga pekan depan.

Faktor dorongan di luar negeri berupa kabar baik di Amerika Serikat terkait kondisi kesehatan Trump dan rencana pencairan stimulus fiskal Amerika Serikat juga ikut memperkuat posisi nilai tukar rupiah pada pekan ini

Proyeksi apresiasi rupiah pekan depan utamanya didorong oleh katalis tekanan pada dolar AS karena maju mundurnya stimulus fiskal.

Seperti diketahui, Rupiah bukan satu-satunya mata uang Asia yang menguat pada perdagangan akhir pekan lalu. Apresiasi terhadap mata uang Asia dipimpin oleh mata uang yuan China yang menguat 1,38% dan yuan offshore China yang naik 0,77%.

Selama sepekan terakhir, mata uang garuda sudah menguat 1,12%. Rupiah bergerak pada kisaran Rp14.605 hingga Rp14.850 per dolar AS.

Mata uang garuda juga terpantau menguat 8,03% sepanjang 6 bulan terakhir, meskipun masih dalam posisi terdepresiasi 5,67% sepanjang tahun berjalan.

(Fakhri Rezy)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya