JAKARTA - Ekonom Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Lukman Hakim, Ph.D bersama ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri, SE MA mengulas nasib ekonomi Indonesia. Terutama yang terjerumus dalam jurang resesi akibat pandemi Covid-19.
Hal ini di dalam webinar Omah Rembug “Arah Kebijakan Moneter Indonesia di Tengah Bayang-Bayang Resesi”, Jumat (21/11/2020) malam.
Baca juga: Pemulihan Ekonomi 2021 Tergantung Orang Kaya, Maksudnya?
Dalam webinar yang digelar Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UNS melalui Zoom Cloud Meeting ini, Lukman Hakim, Ph.D menyampaikan materinya tentang “Kebijakan Moneter dan Ketidakpastian Ekonomi”.
Ia mengatakan paradigma kebijakan moneter yang diterapkan di Indonesia bersifat eksogen. Artinya, paradigma tersebut disusun atas dasar keinginan (want) dan bukan berdasar kebutuhan (need). Sehingga, jika dikemudian hari terjadi ketidakcocokkan maka dimungkinkan untuk menggantinya dengan yang lain.
Baca juga: 2021 Jadi Peluang Perbaikan Ekonomi RI
Sedangkan, jika dilihat dari segi paradigma endogen, maka yang masih menjadi permasalahan bagi perekonomian Indonesia adalah dangkalnya kedalaman sektor keuangan yang terabaikan.
Lukman Hakim, Ph. D menerangkan Financial Deepening rasio M2/ GDP Indonesia masih dibawah 50 persen. Padahal, negara tetangga Indonesia, seperti Singapura, Malaysia, dan Thailang sudah diatas 100 persen.
“Cenderung merespon paradigma dari luar. Sejak reformasi sudah menggunakan konsep dari luar yang tidak cocok dengan Indonesia, seperti central bank independent yang kini dipersoalkan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) dan presiden,” ucap Lukman Hakim Ph.D.
Lukman Hakim Ph.D menyebut independensi Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral justru memunculkan pertarungan wacana tentang efektivitas kebijakan moneter selama pandemi Covid-19 melanda Indonesia.