JAKARTA - Pandemi Covid-19 mengubah hampir seluruh kehidupan sosial masyarakat pada semua aspek termasuk pengelolaan kota. Virus corona pun mengajari betapa pentingnya sebuah kota untuk memiliki banyak area terbuka.
Belajar dari pandemi, cara berpikir tentang ruang kota menjadi berbeda. Banyak lingkungan perkotaan yang sudah tidak hijau dan efek negatifnya dapat berpengaruh pada kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
Baca Juga: Bukan Cuma Bersihkan Debu, Simak Manfaat Lain Vacuum Cleaner
Dilansir dari Dezeen Jakarta, Rabu (9/12/20), arsitek Cristina Monteiro mengungkapkan betapa pentingnya memiliki area terbuka untuk anak-anak. Pandemi ini, seharusnya dapat menginspirasi dalam membuat strategi komprehensif untuk membangun kembali kota.
Masyarakat pasti ingin memiliki akses mudah ke udara bersih, energi bersih, ruang hijau dan alam. Namun, tak semua orang memiliki akses mudah ke pedesaan.
Monteiro cukup beruntung dapat menjelajahi lingkungan hutan yang menyediakan tempat belajar aman dan menyenangkan bagi putrinya.
Baca Juga: 6 Karya Seni Ubah Gulungan Tisu Toilet hingga Jadi Tempat Makan Burung
Apa yang diperlukan untuk memperbaiki kota agar akses ke hutan menjadi mudah dan alami dari pendidikan anak? Perlu dibuat area hutan minimal seluas 0,5 hektar dan mudah dijangkau dari setiap sekolah. Menciptakan ruang hijau yang bebas seperti ini akan selaras dengan agenda "pembangunan kembali".
Gagasan belajar "di alam liar" diwujudkan dalam gerakan Sekolah Hutan. Meskipun diuji di seluruh Eropa pada awal abad ke-20, Sekolah Hutan formal pertama didirikan pada awal 1950-an oleh Ella Flautau di Denmark.
Saat ini, model pembelajaran miliknya diadopsi di seluruh dunia. Sering kali berbentuk sesi pembelajaran di lokasi hutan sebagai bagian dari kurikulum. Untuk anak-anak perkotaan, pengalaman ini sering kali dilakukan di taman atau cagar alam terdekat.