JAKARTA - Tanah Pondok Pesantren (Ponpes) Markaz Syariah, Megamendung, Kabupaten Bogor yang dipimpin Habib Rizieq Shihab mengalami masalah. Hal tersebut setelah PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII yang mengklaim sebagai pemilik lahan dan melayangkan surat somasi agar pondok pesantren tersebut dikosongkan.
Melalui suratnya, PTPN menyebut jika pesantren agrokutural Markaz Syariah tidak menggunakan izin. Pesantren yang berdiri sejak 2013 ini juga tanpa persetujuan PTPN VII selaku pemiliki lahan tersebut.
Baca Juga: Sengkarut Markaz Syariah FPI, Habib Rizieq: Tanah Ini Ada Suratnya, Saya Membeli Over Garap!
Sementara itu, FPI mengakui jika lahan tersebut merupakan milik dari PTPN. Namun pihak FPI berkilah dengan mengacu pada Undang-undang Agraria tahun 1960 yang menyebutkan jika suatu lahan kosong digarap oleh masyarakat lebih dari 20 tahun maka masyarakat berhak untuk membuat sertifikat tanah
Sementara itu, masyarakat Megamendung sendiri disebut sudah menggarap 30 tahun lebih tanah tersebut. Artinya masyarakat sekitar berhak untuk membuat sertifikat dari tanah tersebut.
“Benar sertifikat HGU-nya atas nama PTPN VIII, dalam Undang-Undang Agraria tahun 1960 disebutkan bahwa jika suatu lahan kosong digarap oleh masyarakat lebih dari 20 tahun maka masyarakat berhak untuk membuat sertifikat tanah yang digarap dan masyarakat Megamendung itu sendri sudah 30 tahun lebih menggarap tanah tersebut,” ucap Kuasa Hukum Front Pembela Islam (FPI) Aziz Yanuar dalam keterangannya, Jumat (24/12/2020).
Lantas bagaimana kisruh ini jika dilihat dari Undang-undang Agraria? Okezone pun coba merangkum beberapa penjelasan mengenai HGU dalam UU Agraria.