JAKARTA - Utang BUMN mendapatkan sorotan. Khususnya pada perusahaan negara di sektor konstruksi, dengan utang terbesar.
Menurut Direktur Riset Core Piter Abdullah, hal yang harus dipahami oleh masyarakat jangan melihat keuangan suatu perusahaan hanya dari satu sisi saja. Akan tetapi perlu ditinjau juga perbandingan antara utang dan juga piutangnya.
Baca Juga: Pesan Erick Thohir sebelum BUMN Restrukturisasi Utang
"Jadi yang harus dilihat itu kalau kita lihat kondisi keuangan sebuah perusahaan itu harus lengkap. Jadi harus kita lihat posisi utangnya berapa posisi piutangnya berapa harus kita lihat semua," ujarnya saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Rabu (3/2/2021).
Memang menurut Piter, yang menjadi masalah bagi perusahaan BUMN Karya ini ada pada likuiditas. Karena perusahaan konstruksi milik negara ini memiliki kewajiban jangka pendek untuk membayar cicilan.
Baca Juga: Daftar BUMN yang Terlilit Utang Rp1.682 Triliun
"Memang kita pahami kalau sebuah perusahaan itu yang dilihat cashflow. Jadi memang beberapa perusahaan karya itu yang kita lihat itu yang bermasalah itu likuiditas. Jadi kewajiban jangka pendek mereka itu besar karena harus membayar cicilan dan sebagainya," ucapnya.
Sementara itu, piutang dari perusahaan tersebut tidak lancar. Karena aset-aset perusahaan yang dimiliki tidak cukup untuk memberikan pemasukan untuk membayar semua cicilan utangnya.
Namun menurut Piter, jika aset-aset seperti jalan tol ini berhasil dijual seluruhnya, utang BUMN Karya bisa ditutup. Bahkan tak hanya menutup utang, angka piutang dari hasil penjualan tersebut juga jauh lebih besar.
"Sekarang utang itulah yang harus mereka cicil persoalannya aset-aset mereka ini tidak cukup memberikan pemasukan untuk membayar semua utang-utangnya itu. Tekanan itu ada di situ. Tapi kalau aset-aset ini dijual, bukan bisa ketutup lagi tapi jauh lebih besar dibandingkan utangnya," jelasnya.
(Feby Novalius)