JAKARTA - Kondisi keuangan maskapai PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mengalami keterpurukan di tengah pandemi Covid-19. Selain karena faktor operasional yang sangat mahal, ternyata ada faktor lain yang turut membebani kondisi Garuda saat ini, di antaranya karena biaya pesawat yang terlalu mahal.
Dikutip dari Koran Sindo, Selasa (8/6/2021), Komisaris Independen PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Yenny Wahid mengakui, kondisi ini terkait dengan proses pengadaan pesawat di masa lalu yang sarat praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Baca Juga: Makin Kritis, Garuda Indonesia Tunda Pembayaran Kupon Sukuk Global
"Sebagian pelakunya telah dipidanakan, namun efeknya tetap kami rasakan sampai sekarang karena kontrak pesawat bersifat jangka panjang," bebernya, Minggu (6/6/2021).
Pengadaan beberapa pesawat Garuda Indonesia memang bermasalah. Garuda punya pesawat yang tidak pas untuk kebutuhan topografi Indonesia. Contohnya pesawat Bombardier CRJ1000. Pesawat ini tidak cocok di Indonesia karena membutuhkan runway panjang, padahal rata-rata bandara udara di sini memiliki runway pendek. Pesawat jenis ini tutur ini lebih cocok untuk layanan shuttle di Eropa.
Baca Juga: Garuda Indonesia Terancam Bangkrut, Dahlan Iskan Bilang Begini
"Nah saat ini kami punya 12 unit. Sekarang kami sedang berjuang agar pesawat-pesawat ini bisa dikembalikan. Tidak mudah karena membatalkan kontrak tentu bisa menimbulkan konsekuensi, salah satunya denda yang cukup tinggi," imbuhnya.