Ketika meresmikan proyek ini di Bandung pada 2016 silam, Presiden Joko Widodo menjelaskan skema pembiayaan kereta cepat yang tidak menggunakan APBN.
"Karena APBN diperuntukkan bagi infrastruktur luar Jawa. Misalnya jalan tol Makassar-Manado, kereta di Papua. APBN akan kita arahkan ke sana," papar Jokowi.
"Jangan sampai Jawa sentris lagi. Melainkan, kita arahkan menjadi Indonesia sentris," ujarnya.
Namun, belakangan proyek ini diliputi kontroversi. Proyek yang semula dirancang menelan biaya $6,07 miliar atau sekitar Rp88 triliun dilaporkan mengalami pembengkakan biaya sebesar 23 persen atau sekitar Rp20 triliun yang akhirnya ditanggung oleh pemerintah.
Kini muncul seruan agar pemerintah mengkaji ulang proyek ini yang diperkirakan akan mengalami kerugian dan semakin membebani keuangan negara setelah pandemi Covid-19.
Sebuah studi oleh Bank Dunia menunjukkan kereta api Laos-China tidak menawarkan solusi pasti dalam skema besar pembangunan, menyebut perkiraan total penumpang yang berpotensi menggunakan layanan Boten-Vientiane hanya 480.000 orang pada tahun 2025, meningkat sampai 1,1 juta pada tahun 2030. Angka tersebut dianggap sebagai jumlah yang sangat moderat.
Oleh karena itu, layanan kereta api berkecepatan tinggi harus bergantung pada pengangkutan kargo, karena biaya pengangkutannya yang lebih rendah.
Setelah jaringan kereta api regional yang menghubungkan China dengan Singapura beroperasi penuh, Bank Dunia memperkirakan bahwa angkutan barang lintas batas, transit dan domestik akan meningkat sebanyak 2,4 juta ton per tahun pada tahun 2030, sedangkan bagian kereta api Laos-Cina diperkirakan dapat mengangkut hingga tujuh juta ton barang.
Kehadiran China di Laos
Studi Raymond mengidentifikasi China sebagai pemain kunci dalam pengembangan KEK di Laos. Kota Boten dibangun, dimiliki, dan dikelola oleh China sejak tahun 2003 di bawah perjanjian sewa 99 tahun. Selama hampir dua dekade, kota itu telah berfungsi sebagai pusat ekonomi China di bagian utara Laos.
Saat ini, orang-orang Laos tidak akan menikmati banyak manfaat langsung dari pembangunan sistem kereta api cepat. Wakil Perdana Menteri Laos Sonsai Siphandone pada pertengahan Juni lalu mendesak perusahaan patungan untuk menambah jumlah pekerja dari warga Laos - yang saat ini berjumlah 700 orang.
Kantor Berita China Xinhua melaporkan pada 26 Juni bahwa pihak China sedang melatih 636 rekrutan muda Laos untuk bekerja di sistem kereta api yang diharapkan dapat dibuka untuk publik akhir tahun ini. Beberapa dilaporkan akan dipekerjakan sebagai masinis kereta api, atau bekerja di fasilitas atau area pemeliharaan. Sebuah klip yang ditayangkan oleh kantor berita menunjukkan pramugari kereta China berlatih percakapan dalam bahasa Laos.
Raymond mengatakan kepada BBC Thai bahwa timbul gesekan sosial dalam pekerjaan di jalur kereta api Laos-China karena para pekerja Laos dibayar lebih rendah daripada sejawat mereka yang dari China, tetapi mereka tidak berani mengeluh.