RI Kekurangan Kapal dan Kontainer Bikin Biaya Logistik Membengkak

Anggie Ariesta, Jurnalis
Minggu 31 Oktober 2021 14:34 WIB
Kekurangan Kapal dan Kontainer (Foto: Pelindo I)
Share :

JAKARTA - Biaya logistik yang meningkat disebabkan beberapa hal. Kenaikan biaya logistik terutama domestik sudah diprediksi sejak 6 bulan lalu.

"Karena waktu itu telah terjadi banyak penutupan pelabuhan di luar negeri antara lain kalau di Amerika di West Port, di China pun mengalami hal yang sama, nah kondisi itu akan terus berlanjut sampai hari ini diperkirakan waktu itu juga tidak ada yang mempercayai, waktu saya bilang ini saya perkirakan sampai dengan tahun 2022 gitu kan," ujar Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forwader Indonesia (ALFI) Yukki Nugrahawan Hanafi saat dihubungi MNC Portal Indonesia di Jakarta, Minggu (31/10/2021).

Menurut Yukki, Indonesia masih termasuk beruntung karena distribusi logistik tidak pernah tertutup dan tidak pernah ada yang terkendala. Kejadian biaya logistik naik hari ini, kata Yukki, diprediksi karena hampir 86 kapal besar RI banyak dioperasikan ke luar negeri.

"Kejadian hari ini kenapa saya bisa prediksi lama karena kapal besar kita di operasikan di luar, akibat apa, hari ini tuh di LA minggu ini terjadi antrian yang cukup panjang hampir 86 kapal," katanya.

Banyak kapal yang disewakan atau dipergunakan di luar negeri tersebut menurut Yukki otomatis membuat terjadinya fenomena supply and demand, sehingga harga barang naik.

"Tapi saya sepakat sama temen-temen pelayaran, kalau mau menilai biaya logistik itu harus dilihat dari perspektif mata rantai pasok saya setuju. Jadi sebetulnya ini masalah supply and demand, terjadi kekosongan juga di Indonesia sekarang bukan kontainernya tapi space kapalnya," katanya.

Dengan adanya rumusan ekonomi yang sesederhana itu, Yukki tidak menyalahkan jika ada potensi sebuah perusahaan melakukan langkah korporasi.

Menurutnya, ada peluang tol laut, banyak cara sebetulnya dan bukan terjadi di kontainer saja.

"Ini di curah terjadi, kan ada krisis energi di luar maka tongkang-tongkang besar kita atau kapal-kapal curah yang dioperasikan juga terjadi delay dalam masa pembongkaran bukan di Indonesia tapi di luar negeri, jadi ini masalah supply and demand makanya kita harus melihat secara komprehensif tidak bisa saling menyalahkan," ujarnya.

Sebagai perusahaan yang bergerak di Indonesia tentunya mereka juga harus ada rasa menjaga agar ketersediaan ruang kapal itu tetap ada.

"Kalau menurut saya, saya tidak pernah mengenakan suatu gini, kita masing-masing saja menyampaikan hal-hal kepada publik, hitungannya gampang kok, mengenai rantai pasok semua paham, jadi kalau saya kan bicaranya gini kenaikkannya berapa persen, seminggu sekali. Ini masalah supply and demand dan berdampak kepada kami saya sebagai pelaku logistik yang mengawasi pemilik barang," jelasnya.

"Makanya kami menyampaikan kepada publik secara terbuka juga bahwa kenaikan ini bukan hanya terjadi di tempat pelayaran pastinya ini akan ke tempat yang lain juga, ini murni supply and demand," pungkas Yukki.

Sementara itu, Pakar Maritim Saut Gurning mengungkapkan, perkembangan permintaan dan suplai dunia terhadap logistik sudah membaik. Bahkan dalam banyak laporan dunia, ada permintaan yang naik 2-3 persen dibandingkan tahun lalu untuk angkutan kontainer.

Kemudian untuk ketersediaan kapasitas kapal juga cukup stabil bahkan meningkat dengan bertambahnya unit dan kapasitas yang tersedia di pasaran. Secara global menurut data CaX per minggu lalu, ketersediaan kontainer kosong di berbagai pelabuhan utama dunia juga baik secara umum di atas angka 0,52-0,55.

"Namun, gejala pendek yang menimbulkan kenaikan besar adalah akibat berbagai kongesti yang ada di USA dan China. Khususnya di sejumlah Pelabuhan utama dan penting China di Yantian Port dan California port, dan menjalar ke berbagai tempat termasuk di Terusan Suez," kata Saut Gurning saat dihubungi MNC Portal Indonesia.

Menurut Saut, pemicu awalnya memang dari bangkitnya permintaan kontainer China dan Amerika Serikat yang meningkat akibat adanya perbaikan kondisi Covid-19 di kedua lokus raksasa ekonomi dunia sekaligus permintaan angkutan kontainer dunia. Secara rerata permintaan kedua wilayah ini minimal terjadi peningkatan 4-5 persen.

"Kenaikan ini mungkin lebih cepat dari level suplai terpasang baik alat bongkar-muat, angkutan darat dan kereta api serta kapasitas ruang muat kapal. Namun, sudah ada respon kenaikan kapasitas ruang kapal yang semakin baik termasuk dukungan logistik di wilayah asal dan sumber barang di kedua wilayah penentu dunia saat ini itu," jelasnya.

Secara praktis, bagi pelaku ekspor nasional, kinerjanya mungkin agak terganggu khususnya jadwal dan utamanya freight ekspor yang tentu akan mendongkrak kontrak perdagangan. Namun, menurut Saut, sepertinya tidak akan membatalkan berbagai rencana kontrak pengangkutan lewat laut karena gejala yang sama terjadi secara meluas di berbagai wilayah layanan rute pelayaran dunia.

"Jadi bagi Indonesia, kepastian ruang muat saja khususnya mungkin ke berbagai wilayah pelabuhan China yang mungkin akan memiliki keterlambatan (delay). Secara praktis banyak operator pelabuhan rerouting ke pelabuhan terdekat sambil melihat kondisi yang akan terjadi dalam 1-2 minggu ke depan," ungkapnya.

Perlahan tapi pasti, jika kondisi kongesti dapat segera tertangani lewat penambahan kapasitas jasa di kedua wilayah baik China dan AS, ditambah kondisi permintaan-suplai sudah membaik, kemungkinan besar pergerakan tingginya freight kontainer akan kembali menurun kepada titik keseimbangan baru mendekati awal tahun pra-pandemi sekitaran 1500-2000.

"Dan banyak yang mempredikisi hal itu mungkin baru terjadi di awal 2022," kata Saut.

Diketahui jika dilihat dari kondisi di Yantian Port saat ini, masih ada persoalan walau sudah meningkat jumlah kapal yang dapat ditangani dari 10-20 unit kapal per hari. Menurut Saut kondisinya tidak terlihat ada persoalan kongesti.

(Dani Jumadil Akhir)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya