Kisah Srikanth Bolla, CEO Tunanetra Dulu Diremehkan Kini Punya Perusahaan Hampir Rp1 Triliun

Agregasi BBC Indonesia, Jurnalis
Selasa 25 Januari 2022 14:20 WIB
CEO Tunanetra (Foto: Okezone/Shutterstock)
Share :

Setelah permohonannya mendapat perhatian, Srikanth mendengar desas-desus bahwa sebuah sekolah umum di Hyderabad, yaitu Chinmaya Vidyalaya yang beroperasi di bawah badan pendidikan yang berbeda menawarkan sains dan matematika kepada siswa tunanetra.

Sekolah itu menawarkan tempat untuknya bila dia tertarik. Srikanth pun tidak menyia-nyiakan tawaran itu.

Dia adalah satu-satunya siswa tunanetra di kelasnya, tetapi mengatakan "mereka menyambut saya dengan tangan terbuka," katanya

"Guru kelas saya sangat ramah. Dia melakukan segalanya untuk membantu saya. Dia sampai belajar cara menggambar diagram taktil," lanjutnya.

Diagram taktil dapat, misalnya, dibuat menggunakan film tipis di atas tikar karet.

Ketika gambar dibuat di atasnya dengan biro atau pensil, muncul garis terangkat yang dapat Anda rasakan.

Enam bulan kemudian ada berita dari pengadilan, Srikanth telah memenangkan kasusnya. Pengadilan telah memutuskan siswa tunanetra bisa belajar sains dan matematika di semua sekolah negeri di Andhra Pradesh.

"Saya sangat gembira. Saya mendapat kesempatan pertama untuk membuktikan kepada dunia bahwa saya bisa melakukannya dan generasi muda tidak perlu khawatir tentang mengajukan kasus dan berjuang melalui pengadilan," katanya.

Ditolak ikut pelatihan ujian masuk kampus bergengsi

Srikanth segera kembali ke sekolah negeri dan belajar matematika dan sains yang dicintainya, dengan rata-rata meraih nilai 98% dalam ujiannya. Dia berencana mendaftar ke perguruan tinggi teknik bergengsi India yang dikenal sebagai IIT (Institut Teknologi India).

Persaingannya ketat dan para siswa sering ikut pelatihan intensif sebelum ujian masuk - tetapi tidak ada sekolah pelatihan yang mau menerima Srikanth.

"Saya diberitahu oleh lembaga pelatihan terkemuka bahwa beban kursusnya akan seperti hujan lebat pada pohon kecil," katanya, saat menjelaskan bahwa mereka menganggap dia tidak akan memenuhi standar akademik.

"Tapi saya tidak menyesal. Jika IIT tidak menginginkan saya, saya juga tidak menginginkan IIT," kata Srikanth.

Dia lalu mendaftar ke sejumlah universitas di Amerika Serikat dan menerima lima tawaran. Dia memilih MIT di Cambridge, Massachusetts, di mana dia menjadi siswa tunanetra internasional pertama.

Dia tiba pada tahun 2009 dan menggambarkan hari-hari awalnya di sana sebagai "pengalaman yang campur aduk".

"Dingin yang ekstrem adalah kejutan pertama karena saya tidak terbiasa dengan cuaca dingin seperti itu. Makanannya berbau dan rasanya berbeda. Yang saya makan selama bulan pertama hanyalah kentang goreng dan ayam goreng."

 Namun setelah itu dia mulai beradaptasi. "Waktu di MIT adalah periode terindah dalam hidup saya. Dalam hal kekakuan akademis, itu memang sulit dan mengerikan. Tapi layanan disabilitas mereka bekerja dengan baik dalam mendukung, mengakomodasi, dan mempercepat saya," katanya.

Saat berkuliah, dia juga membuat organisasi nirlaba, Samanvai Center for Children with Multiple Disabilities, untuk melatih dan mendidik penyandang disabilitas muda di Hyderabad.

Dia juga membuka perpustakaan Braille di sana dengan uang yang dia kumpulkan. Hidupnya berjalan dengan baik. Dia lulus dari MIT dalam ilmu manajemen dan ditawari beberapa pekerjaan, tetapi dia memilih untuk tidak tinggal di Amerika Serikat. Pengalaman kuliah Srikanth itu telah meninggalkan bekas, dan dia merasa seperti memiliki urusan yang belum selesai di negara asalnya.

"Saya harus berjuang keras untuk segala hal dalam hidup, sedangkan tidak semua orang bisa bertarung seperti saya atau memiliki mentor seperti saya," katanya.

Dia mengaku begitu melihat gambaran yang lebih besar, dia menyadari bahwa tidak ada gunanya memperjuangkan pendidikan yang adil jika tidak ada kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas sesudahnya.

Dia berpikir: "Mengapa saya tidak memulai perusahaan saya sendiri dan mempekerjakan penyandang disabilitas?," jelasnya.

Srikanth kembali ke Hyderabad pada 2012 dan mendirikan Bollant Industries. Perusahaan pengemasan memproduksi produk ramah lingkungan, seperti kemasan bergelombang dari daun pinang yang jatuh dan perusahaannya itu kini bernilai £48 juta (Rp932 miliar).

Usahanya itu mempekerjakan sebanyak mungkin orang difabel dan mereka yang memiliki kondisi kesehatan mental. Sebelum pandemi, mereka adalah 36% dari 500 stafnya. Tahun lalu, di usia 30 tahun, Srikanth berhasil masuk ke dalam daftar Pemimpin Muda Dunia 2021 dari Forum Ekonomi Dunia. Dia berharap dalam tiga tahun perusahaannya, Bollant Industries, akan menjadi IPO Global - di mana sahamnya terdaftar secara bersamaan di beberapa bursa saham internasional.

Kini Bollywood juga menghampirinya. Sebuah film biografi yang dibintangi oleh aktor terkenal Rajkummar Rao telah diumumkan dan akan mulai syuting pada bulan Juli. Srikanth berharap film itu akan mengubah sikap orang-orang yang meremehkannya ketika mereka pertama kali bertemu dengannya.

"Awalnya orang akan berpikir, 'oh, dia buta betapa sedihnya' tapi saat saya mulai menjelaskan siapa saya dan apa yang saya lakukan, semuanya berubah," pungkasnya.

Saat itu tahun 2007 dan Srikanth frustrasi dengan aturan itu, yang sewenang-wenang dan tidak sama untuk semua sekolah. Salah satu gurunya, Swarnalatha Takkilapati, juga frustrasi dan mendorong siswanya untuk bertindak.

(Taufik Fajar)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya