Produksi Nikel Vale Indonesia Turun 9,4% Sepanjang 2021

Agregasi Harian Neraca, Jurnalis
Jum'at 11 Februari 2022 14:21 WIB
Produksi Nikel Vale Indonesia Turun (Foto: Okezone/Shutterstock)
Share :

JAKARTA – PT Vale Indonesia Tbk (INCO) mencatat produksi nikel sebanyak 65.388 metrik ton (t) dalam matte atau turun 9,4% di 2021 dibandingkan tahun 2020 yang tercatat sebesar 72.237 t nikel dalam matte.

Perseroan menyebut, penurunan produksi dipicu karena pada triwulan keempat tahun 2021 yang hanya mencapai 17.015 t nikel, atau turun 6% lebih rendah bila dibandingkan dengan volume produksi pada kuartal III 2021 yang tercatat sebesar 18.127 t.

Sementara itu, secara tahunan, basis produksi pada kuartal IV 2021 tumbuh 3% lebih tinggi dibandingkan dengan produksi kuartal IV 2020 yang tercatat sebesar 16.455 t.

Presiden Direktur INCO, Febriany Eddy mengatakan, hasil produksi itu disebabkan oleh penundaan eksekusi pembangunan kembali tanur listrik 4 yang semula dijadwalkan untuk di mulai pada November menjadi Desember tahun ini.

Sebagai informasi, tahun ini perseroan memastikan tidak terjadi kenaikan produksi nikel kendati harga komoditas nikel mengalami pertumbuhan.

Direktur Keuangan INCO, Bernardus Irmanto seperti dikutip kontan pernah bilang, volume produksi di tahun ini hampir sama dengan 2021 atau mencapai produksi sebesar 65.000 ton. Produksi INCO tahun ini masih akan terganggu karena perawatan atau pemeliharaan mesin di pabrik pengolahan.

"Jadwal pemeliharaan alat tidak akan berubah. Kami tidak akan mengkompromikan keselamatan operasional," jelasnya dikutip Harian Neraca, Jumat (11/2/2022). 

Perseroan, lanjutnya, baru akan tancap gas produksi pada 2023 mendatang. Dia mengatakan, dalam mencapai pendapatan dan profit, ada tiga variabel yang mempengaruhi, salah satunya adalah produksi.

Dia mengatakan, selama tiga tahun ke depan kapasitas produksi Vale akan dipengaruhi beberapa hal. Faktor pertama adalah jadwal pemeliharaan utama di pabrik pengolahan (smelter) nikel.

Pada 2021 akhir, perusahaan akan mengeksekusi salah satu proyek yang akan rampung pada Mei 2022, sehingga ini akan memengaruhi produksi pada 2021 dan 2022. Setelah itu, menurutnya produksi akan bisa kembali ke level normal seperti sebelumnya.

"Dengan kapasitas power terpasang, maka diharapkan setelah itu bisa bawa produksi kami ke level normal," lanjutnya.

Lalu, selain faktor produksi, kinerja keuangan perusahaan juga akan dipengaruhi oleh faktor harga dan biaya. Untuk harga memang di luar kontrol perusahaan, namun terkait biaya, menurutnya perusahaan akan tetap melakukan efisiensi biaya di tengah lonjakan harga bahan bakar minyak (BBM) dan batu bara saat ini.

Namun karena perusahaan menggunakan sumber energi dari energi terbarukan berupa Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), maka perusahaan bisa menjaga biaya produksi. Selain itu, pada tahun 2022, pihaknya juga akan menyelesaikan proyek F4 rebuild yang sudah dimulai pada Desember 2021 sampai dengan Mei 2022.

"Produksi akan terdampak karena satu furnace tidak akan beroperasi selama empat bulan," kata Bernardus.

(Taufik Fajar)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya