Apalagi adanya ketergantungan langsung kawasan Asia Timur dan Pasifik pada Rusia dan Ukraina melalui impor dan ekspor barang, jasa, dan modal memang masih terbatas.
Namun, perang dan sanksi-sanksinya kemungkinan akan menaikkan harga pangan hingga bahan bakar di skala internasional. Tentu saja hal ini dapat merugikan konsumen dan pertumbuhan.
Dilanjut dengan negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik masih lebih tangguh dibandingkan dengan yang lainnya dalam menghadapi guncangan karena memiliki sejarah sifat kehati-hatian.
Untuk negara-negara pengekspor komoditas, seperti Indonesia dan Malaysia dapat meredam kenaikan harga internasional dengan lebih mudah daripada negara-negara pengimpor komoditas, seperti Fiji dan Thailand.
BACA JUGA:Bank Dunia Kuras Dana Rp2.245 Triliun Tangani Covid-19
Dia pun menyarankan agar pemerintah di negara-negara Asia Timur dan Pasifik bisa merekonsiliasi kebutuhan belanja dengan keterbatasan anggaran yang semakin ketat melalui komitmen untuk memulihkan disiplin fiskal melalui penerapan kembali aturan-aturan fiskal, sebagaimana yang sudah direncanakan untuk dilaksanakan Indonesia pada tahun 2023.
Sebagai informasi, pemerintahan di kawasan juga perlu melakukan reformasi fiskal melalui penetapan peraturan perundang-undangan yang akan dilaksanakan berdasarkan langkah-langkah pemulihan yang obyektif.
Di mana ini seperti peraturan perundang-undangan reformasi perpajakan baru di Indonesia yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan sebesar 1,2 persen dari produk domestik bruto (PDB) dalam jangka menengah.
(Zuhirna Wulan Dilla)