JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan pandemi Covid-19 menyebabkan ancaman kesehatan juga berpengaruh signifikan terhadap perekonomian di semua negara. Maka, selain berfokus pada penanganan kesehatan dan perlindungan masyarakat, pemerintah harus melakukan upaya pemulihan ekonomi.
“Bagi Indonesia, respons pertama pada waktu pandemi ini dari sisi fiskal adalah menghapus batasan defisit maksimal 3% (dari PDB), yang sudah kita adopsi selama lebih dari 15 tahun. Namun agar kita terus juga menjaga disiplin di sisi fiskal, penghapusan batasan ini hanya diperbolehkan selama tiga tahun yang diatur melalui Undang-undang,” terang Sri, Kamis (7/4/2022).
Baca Juga: Menko Airlangga Minta Pengusaha Cairkan THR 2022 untuk Pekerja
Respons pemerintah selanjutnya melakukan refocusing anggaran. Menghadapi situasi pandemi yang masih penuh dengan ketidakpastian, Sri menekankan pentingnya fleksibilitas anggaran dalam mengakomodasi kebutuhan belanja negara terhadap penanganan Covid-19.
“Refocusing di mana kami dapat memindahkan pengeluaran pemerintah pusat dari pengeluaran non-kesehatan menjadi pengeluaran kesehatan, dari pengeluaran non-sosial menjadi pengeluaran jaring pengaman sosial, untuk menciptakan keamanan sekaligus prioritas,” lanjutnya.
Baca Juga: Menko Luhut Ungkap Syarat Indonesia Jadi Negara Maju, Apa Itu?
Respon pemerintah yang ketiga adalah penerapan burden sharing. Burden sharing ini dilakukan antar Kementerian/Lembaga, dimana K/L harus melakukan pemotongan anggaran yang tidak prioritas dan terkait langsung dengan penanganan pandemi. Berikutnya, burden sharing dengan pemerintah daerah (Pemda), di mana Pemda diinstruksikan untuk melakukan refocusing anggarannya untuk penanganan Covid-19.