Utang Indonesia Tembus Rp7.052 Triliun, Siapa yang Harus Bayar?

Tim Okezone, Jurnalis
Rabu 27 April 2022 10:14 WIB
Utang Pemerintah Naik Lagi (Foto: Okezone)
Share :

Angka ini terdiri dari penerbitan surat berharga negara (SBN) Rp133,6 triliun dan pinjaman Rp16 triliun. Total pembiayaan utang itu menurun 55,6% dari posisi Maret 2021, yang pembiayaannya sebesar Rp336,9 triliun.

"Penyesuaian strategi pembiayaan ini terjadi dengan penurunan target lelang SBN, pergeseran global bonds, dan sejumlah strategi lainnya. Hal ini kemudian menunjukkan bahwa kondisi Indonesia berbeda dengan Sri Lanka, yang saat ini mengalami krisis akibat utang," ucap Sri.

Dia menyebutkan, memang kondisi utang Indonesia sering kali dibandingkan dengan kondisi Sri Lanka, salah satu penyebabnya adalah adanya utang terhadap China.

"Pembiayaan kita akan kita usahakan secara sangat prudent, sehingga banyak yang sering kemudian menanyakan kondisi seperti suatu negara, Sri Lanka dibandingkan dengan Indonesia. Dalam hal ini kita melihat kondisi APBN Indonesia jauh sangat berbeda dengan situasi yang dihadapi oleh negara seperti Sri Lanka," kata dia.

Sekadar informasi, komposisi utang Rp7.052 triliun sebagai berikut: 88,24% berasal dari Surat Berharga Negara (SBN) yang terdiri dari SBN Rp6.222,94 triliun.

Untuk kepemilikan domestik pada SBN sebesar Rp4.962,34 triliun. Di mana SBN Rp4.104,37 triliun dan surat berharga negara syariah (SBSN) Rp857,96 triliun.

Sementara, komposisi utang pemerintah 11% berasal dari pinjaman atau senilai Rp829,56 triliun. Dengan rincian pinjaman dalam negeri Rp13,2 triliun. Pinjaman luar negeri totalnya mencapai Rp816,36 triliun. Terdiri dari pinjaman bilateral Rp281,31 triliun, multilateral Rp491,57 triliun, commercial banks Rp43,48 triliun.

"Posisi utang terjaga dalam batas aman dan wajar, serta terkendali," tulis Kemenkeu.

Sementara itu, hasil Article IV yang dirilis oleh IMF pada Maret 2022 melaporkan bahwa kondisi utang Pemerintah tergolong manageable.

Rasio utang diperkirakan stabil pada 41 persen PDB dalam jangka menengah, sepanjang aturan fiskal kembali normal di 2023, yaitu defisit 3 persen PDB di 2023 dan menurun rata-rata di kisaran 2,2 persen PDB pada jangka menengah.

Sementara berdasarkan mata uang, utang Pemerintah didominasi oleh mata uang domestik (Rupiah), yaitu 70,55 persen. Selain itu, kepemilikan SBN tradable oleh investor asing terus menurun sejak tahun 2019 yang mencapai 38,57 persen, hingga akhir tahun 2021 yang mencapai 19,05 persen dan per 12 April 2022 mencapai 17,60 persen.

Dari segi jatuh tempo, total utang Pemerintah sebesar Rp7.052,50 tidak semata-mata harus dibayar secara keseluruhan pada waktu yang sama. Melainkan, komposisi utang Pemerintah dikelola dengan mempertimbangkan kemampuan bayar dan kapasitas fiskal. Hal ini dapat dilihat dari ratarata jatuh tempo (average time to maturity) sebesar minimal 7,0 tahun hingga 2025, di mana sepanjang tahun 2022 ini masih terjaga di kisaran 8,66 tahun.

"Pemerintah telah melakukan langkah strategis dan oportunistik, debt switch dan liability management untuk menjaga komposisi utang tetap optimal," tulisnya.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya