JAKARTA - Pemerintah melarang ekspor CPO, minyak goreng, Refined, Bleached, and Deodorised (RBD) palm oil, dan RBD palm olein sejak 28 April 2022. Dampak kebijakan ini pun mulai dirasakan petani sawit di Kalimantan Timur (Kaltim).
"Sepekan sebelum Lebaran, kami sudah tidak bisa panen sawit. Tidak ada pengepul yang mau beli lagi," kata Petani Sawit Wisnu Ponco Wisudo di Marangkayu, Kutai Kartanegara, dikutip dari Antara, Sabtu (7/5/2022).
Baca Juga: Kapan Mulai Jual Minyak Goreng Curah Rp14.000? Begini Penjelasan Bulog
Dikatakannya, meski kebijakan pemerintah ini bertujuan baik untuk meningkatkan ketersediaan dan menurunkan harga minyak goreng di pasar lokal, namun di sisi lain justru menggelisahkan petani.
Alhasil, beberapa tandan buah sawit yang sudah sempat dipanen rusak karena tidak terjual. Akibatnya, beberapa kebutuhan Lebaran yang akan dibeli untuk anak dan istri terpaksa dibatalkan karena uang hasil penjualan sawit urung diterima.
Baca Juga: Daftar Harga Minyak Goreng Terbaru Usai Lebaran 2022, Ini Rinciannya
Keluhan yang sama disampaikan petani sawit lainnya, Kalimantoro, di Muara Badak. Bukan hanya kehilangan kesempatan mendapatkan uang untuk berlebaran, bahkan setelah Lebaran ini dia pun harus memutar otak untuk bisa memenuhi kebutuhan keluarganya jika larangan ekspor tidak segera dicabut.
"Kami berharap bisa segera dicabut atau diatur lebih baik lagi agar minyak goreng dalam negeri aman dan kami bisa menjual hasil sawit kami. Tidak seperti sekarang ini," kata Kalimantoro mengeluh.
Sebelum adanya penghentian pembelian sawit oleh para pengepul, harga beli Tandan Buah Segar (TBS) turun drastis menjadi sekitar Rp1.800 per kg. Padahal sebelum adanya kabar larangan ekspor sawit itu, harga TBS bisa mencapai Rp2.900 di tingkat pengepul di desa-desa.