Sementara Arab Saudi dan negara-negara OPEC+ lainnya sepakat untuk meningkatkan produksi minyak guna mengimbangi kehilangan produksi Rusia guna meredakan lonjakan harga minyak dan inflasi serta memuluskan jalan bagi kunjungan pemecah kebekuan ke Riyadh oleh Presiden AS Joe Biden.
Dilanjut dengan organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya termasuk Rusia, yang dikenal sebagai OPEC+, setuju untuk menaikkan produksi sekitar 650.000 barel per hari dalam dua bulan ke depan dari 432.000 barel per hari saat ini.
"Sementara OPEC+ setuju untuk meningkatkan kuota produksi mereka sedikit lebih banyak dari yang diharapkan pasar, pada kenyataannya sangat sedikit untuk menambah pasokan tambahan karena OPEC+ sudah gagal memenuhi kuota yang ada lebih dari dua juta barel per hari," kata presiden Lipow Oil Andrew Lipow Associates di Houston.
Tercatat pula minyak sebagian besar lebih tinggi selama beberapa minggu karena ekspor Rusia telah ditekan oleh sanksi AS dan Uni Eropa terhadap Moskow atas invasinya pada 24 Februari ke Ukraina, tindakan yang disebut Moskow sebagai operasi militer khusus.
Alasannya karena pasar juga mendapat dukungan dari kemunculan bertahap China dari penguncian Covid-19 yang ketat.
Namun, produksi Rusia telah turun sekitar satu juta barel per hari menyusul sanksi.
Menurut salah satu sumber OPEC+ yang mengetahui posisi Rusia mengatakan Moskow dapat menyetujui produsen lain meningkatkan produksi untuk mengkompensasi produksinya yang lebih rendah tetapi tidak harus menutupi semua kekurangan.
Kremlin mengungkapkan dapat mengubah rute ekspor minyak untuk meminimalkan kerugian akibat sanksi Uni Eropa, tetapi para analis tetap skeptis.
"Namun, sejauh mana hal ini akan terbukti dapat dicapai masih dipertanyakan. Oleh karena itu, produksi minyak Rusia kemungkinan akan turun lagi dalam beberapa bulan mendatang," ucap analis Commerzbank Carsten Fritsch yang juga mempertanyakan kemampuan OPEC+ untuk menambah lebih banyak minyak ke pasar.
(Zuhirna Wulan Dilla)