Aturan Aset Kripto di Indonesia Tumpang Tindih, Ini Penyebabnya

Advenia Elisabeth, Jurnalis
Rabu 02 November 2022 14:57 WIB
Kripto. (Foto: Reuters)
Share :

JAKARTA - Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) yang mengatur masuknya aset kripto sebagai bagian dalam kerangka inovasi teknologi sektor keuangan masih menjadi sorotan.

Direktur Eksekutif Celios (Center of Economic and Law Studies), Bhima Yudhistira melihat aturan aset kripto di RUU PPSK saat ini masih tumpang tindih dengan peraturan yang dikeluarkan Bappebti.

“Bappebti sudah memiliki peraturan sebagai payung hukum bursa berjangka aset kripto, maka RUU PPSK idealnya disinkronkan dengan pengaturan di dalam Perba 8/2021 karena sama-sama bicara soal aturan aset kripto. Jangan ada dualisme antara Bappebti dengan otoritas lainnya, karena bisa menghambat pengembangan aset kripto," ujar Bhima dalam diskusi Arah Pengembangan Aset Kripto dalam RUU PPSK, di Jakarta, Rabu (2/11/2022).

 BACA JUGA:Aset Kripto di RUU PPSK Dipertanyakan, Jadi Komoditi atau Mata Uang?

Dia menambahkan, Bappebti seharusnya menitikberatkan pada mitigasi risiko yang muncul di industri ini.

Catatan untuk Peraturan Bappebti sendiri, menurut Bhima, setidaknya harus ada perbaikan teknis persyaratan modal minimum bursa berjangka, lembaga kliring, dan tempat penyimpanan aset kripto sehingga tidak menghambat berkembangnya infrastruktur perdagangan aset kripto di Indonesia.

Serta membuka kesempatan kepada bursa berjangka existing untuk terlibat dalam perdagangan aset kripto.

"Waktu tidak banyak sehingga Bappebti diminta segera merevisi poin dalam Perba aset kripto sebelum RUU PPSK disahkan. Kalau perlu setelah Perba direvisi maka Bappebti bisa segera meluncurkan Bursa Berjangka Aset Kripto," tegasnya.

Selama penyusunan RUU berlangsung, dia melihat arah pengaturan RUU PPSK terkait aset kripto menimbulkan kebingungan atas posisi aset kripto di bawah OJK dan BI sebagai mata uang, atau tetap sebagai komoditas.

Sementara BI tengah menyusun CBDC (Central Bank Digital Currency) atau Rupiah digital dalam RUU PPSK.

Bhima beranggapan, jika ada aset kripto yang sama-sama diatur dibawah otoritas BI dan OJK selain CBDC maka akan berisiko menggeser aset kripto dari definisi komoditas menjadi mata uang. Hal tersebut justru rentan menimbulkan gangguan pada sektor keuangan.

“Jalan tengah memang terbuka, tapi arah regulasi aset kripto harus diperjelas, apakah kedepan Bappebti akan masuk dibawah ranah OJK? Bagaimana dengan peran Kementerian Perdagangan sebagai pembuat kebijakan terkait perdagangan berjangka? Pertanyaan ini harus segera dijawab, dan draft RUU PPSK perlu diubah total pada bagian aset kripto untuk mengakomodir pengaturan yang ideal bagi stabilitas perekonomian dan perlindungan investor," pungkasnya.

(Zuhirna Wulan Dilla)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya