Menurut dia, cara seperti itu jadi membebankan pembeli.
Dia pun mengaku anggaran yang sudah disiapkan untuk membeli Minyakita jadi membengkak karena harus membeli barang sembako lainnya.
"Lieur (pusing) jual minyak sekarang. Mau dapat murah aja harus ada syaratnya. Harus belanja sembako lain. Itu kan sama aja saya harus keluar uang lebih. Yang mestinya cuma untuk beli Minyakita aja jadi kaya dipaksa beli barang lain. Padahal stok di warung masih ada. Jadi kan sama aja, saya beli Minyakita jatuhnya mahal," ungkap Udin.
Maka dari itu, Udin tak bisa membeli stok banyak untuk dijual ke warungnya meski banyak pembeli yang bertanya.
Untuk sehari penjualan, dia bisa menjual satu dus Minyakita.
"Yang beli tuh banyak. Tapi saya nggak punya stok banyak. Gara-gara langka itu," imbuh Udin.
Pedagang lainnya, Santi lebih memilih untuk tidak menjual Minyakita.
Selain karena harga di agen sudah mahal yakni Rp14.000 per liter, stoknya pun terbatas.
Dia menyebut pemilik agen hanya memberikan Minyakita kepada langganan setianya saja.
"Kalau saya mending nggak jual, karena barangnya langka. Saya jarang kebagian. Di agen harganya juga udah Rp14.000 per liter. Kalau di agen harganya segitu, otomatis saya harus jual di atas itu dong. Nggak bisa kalau harus maksa sesuai HET. Bisa ancur usaha saya," tukasnya.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Zulkifi Hasan mengungkapkan adanya kontraksi harga pada Minyakita disebabkan oleh tingginya pembelian.
Hal ini terjadi akibat adanya peningkatan kualitas kemasan MinyaKita.
“Barangnya laris. Minyak Kita sebetulnya medium untuk umum. Tapi sekarang pas udah dipacking (dikemas) bagus, semua beli itu. Kita bisa liat di semua tempat ada, di retail modern ada, di pasar ada,” pungkasnya.
(Zuhirna Wulan Dilla)