JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mengumumkan bahwa Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada triwulan IV-2022 tetap terkendali.
Posisi ULN Indonesia pada akhir triwulan IV 2022 tercatat sebesar USD396,8 miliar atau setara Rp6.015 triliun. (Kurs: Rp15.160/USD).
Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ULN Indonesia pada triwulan IV-2022 secara tahunan mengalami kontraksi sebesar 4,1% (yoy), melanjutkan kontraksi pada triwulan sebelumnya sebesar 6,7% (yoy).
"Kontraksi pertumbuhan ini terutama bersumber dari ULN Pemerintah dan sektor swasta. Perkembangan posisi ULN pada triwulan IV-2022 juga dipengaruhi oleh faktor perubahan akibat pelemahan mata uang dolar AS terhadap mayoritas mata uang global," ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono di Jakarta, Selasa (14/2/2023).
BACA JUGA:6 Fakta Utang Indonesia Dikritik, Kemenkeu Siap Debat dengan Demokrat
ULN pemerintah melanjutkan tren kontraksi pertumbuhan.
Posisi ULN pemerintah pada triwulan IV-2022 tercatat sebesar USD186,5 miliar, atau secara tahunan mengalami kontraksi sebesar 6,8% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan kontraksi pada triwulan sebelumnya sebesar 11,3% (yoy).
Perkembangan ULN tersebut didorong oleh peningkatan investasi portofolio di pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik seiring dengan sentimen positif kepercayaan pelaku pasar global yang tetap terjaga.
"Selain itu, terdapat penarikan neto pinjaman luar negeri yang digunakan untuk mendukung pembiayaan program dan proyek. ULN pemerintah berperan penting untuk mendukung upaya pemerintah dalam pembiayaan sektor produktif serta belanja prioritas pemerintah, termasuk kelanjutan upaya akselerasi program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Pemerintah terus berkomitmen agar ULN dikelola secara hati-hati, kredibel, dan akuntabel untuk mendukung belanja, yang antara lain mencakup sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (24,4% dari total ULN Pemerintah), jasa pendidikan (16,5%), administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (15,5%), konstruksi (14,2%), serta jasa keuangan dan asuransi (11,4%)," jelas Erwin.