JAKARTA - Badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) melanda sepanjang tahun 2022 lalu.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mencatat pada tahun 2022 sebanyak 1 juta orang menjadi korban PHK.
Hal itu disebabkan karena adanya resesi global atau melemahnya pertumbuhan ekonomi yang menyeret penurunan permintaan akan barang di pasar internasional.
Seperti yang terjadi pada industri tekstil dan alas kaki, yang pada tahun 2022 mengalami penurunan order ekspor.
BACA JUGA:Siapa Pemilik OLX yang Dikabarkan PHK 300 Karyawan?
Sehingga hal tersebut berdampak pada penurunan produksi, karena tidak ada permintaan, dan berakhir pada pengurangan karyawan alias PHK untuk menurunkan cost perushaan.
Disisi lain, Wakil Sekretaris II Asosiasi Fintech Indonesia Firlie H. Ganinduto mengungkapkan, pada tahun yang sama industri Fintech atau Pinjaman Online (Pinjol) tumbuh subur.
Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per akhir Desember 2022, outstanding pembiayaan tumbuh double digit yakni 71,09% atau sekitar Rp1,2 triliun jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
"Jadi suatu angka yang signifikan dan keuangan digital ini juga membantu pemerintah dalam memberikan akses keuangan kepada masyarakat," kata Firlie dalam diskusi bersama INDEF, Selasa (28/2/2023).
Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) mencatat sejak 2018 hingga November 2022 lalu agregat penyaluran pendanaan mencapai Rp495,51 triliun yang disalurkan oleh 990.000 pemberi pinajman kepada 93,15 juta penerima pinjaman.
"Pengeluaran daripada masyarakat, paling banyak ada di belanja makanan, kedua menabung, ketiga membayar tagihan listrik, sedekah, tagihan internet, dan lainnya," sambung Firlie.
Sehingga menurutnya, dampak dari adanya PHK bakal bisa menjadi ruang untuk bertumbuhnya pinjol ilegal.
Mengingat kebutuhan masyarakat yang harus terpenuhi setiap harinya disamping hilangnya matapencaharian.
"Pinjol Ilegal ini juga bisa merajalela di lingkungan buruh, dan mereka sebagian juga masih kurang literasi dari menggunakan pinjol ini sehingga mereka terjerat Pinjol Ilegal," pungkasnya.
(Zuhirna Wulan Dilla)