JAKARTA - Harga minyak turun pada akhir perdagangan Kamis, setelah data ekonomi AS solid mendorong dolar ke level tertinggi.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juni turun USD0,97 atau 1,33% menjadi USD71,86 per barel di New York Mercantile Exchange.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juli tergelincir USD1,10 atau 1,43% menjadi USD75,86 per barel di London ICE Futures Exchange.
Dolar AS naik ke level tertinggi sejak 17 Maret terhadap sekeranjang mata uang didorong data yang menunjukkan klaim pengangguran awal yang lebih rendah dari perkiraan dan optimisme tentang kemungkinan kesepakatan plafon utang.
Dolar yang lebih kuat dapat membebani permintaan minyak karena membuat bahan bakar lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.
Meningkatnya kemungkinan kenaikan suku bunga lainnya oleh Federal Reserve pada Juni juga meredam sentimen pasar dan prospek permintaan minyak.
"Kabar baik bagi perekonomian kini menjadi kabar buruk bagi prospek permintaan minyak mentah karena ketahanan ekonomi akan memaksa Fed untuk mematikan ekonomi," ujar Analis OANDA, Edward Moya, dikutip dari Antara, Jumat (19/5/2023).
Sementara itu, Departemen Tenaga Kerja AS mencatat klaim pengangguran baru AS merosot ke 242.000 dalam pekan yang berakhir 13 Mei, turun dari 264.000 pada minggu sebelumnya dan lebih rendah dari perkiraan konsensus 255.000.
Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) memiliki kemungkinan sekitar 36 persen untuk menaikkan suku bunga dana federal sebesar 25 basis poin lagi pada Juni, lebih tinggi dari probabilitas 28,4 persen pada Rabu (17/5/2023) dan 10,7 persen seminggu yang lalu, menurut data yang ditunjukkan oleh alat CME FedWatch pada Kamis (18/5/2023) sore.
Sementara itu, dolar AS naik pada Kamis (18/5/2023) dengan indeks dolar menguat lebih dari 0,6%.
"Minyak menjadi perdagangan yang mudah, karena akan melacak dolar dan bukan yang lainnya," tambah Moya, dikutip dari Xinhua.
(Feby Novalius)