JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat kepemilikan Surat Berharga Negara (SBN) saat ini didominasi investor dalam negeri.
Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu, Deni Ridwan mengatakan, sebanyak 85% SBN sudah dikuasai oleh investor dalam negeri baik lembaga maupun individu. Sedangkan 15% sisanya dimiliki oleh investor asing.
"Angka ini meningkat pesat dari sebelum pandemi. Saat itu, 39% SBN kita dimiliki oleh investor asing. Sekarang tinggal level 15% dimiliki investor asing, jadi 85% SBN kita dinikmati oleh investor domestik," ujar Direktur Surat Utang Negara DJPPR Kemenkeu, Deni Ridwan, di Jakarta, Rabu (14/6/2023).
Deni pun mendapatkan mandat dari Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk meningkatkan penjualan SBN ritel dari Rp107 triliun pada 2022 menjadi Rp150 triliun di tahun ini.
Adapun hal tersebut dimaksudkan karena pemerintah ingin SBN digunakan sebagai alat bagi negara untuk mendistribusikan kekayaan. Harapannya, semakin banyak masyarakat yang memiliki SBN ritel maka manfaat yang dirasakan oleh masyarakat Indonesia juga semakin bertambah.
“Saya ditanya Bu Menkeu, berani ga naikan jadi Rp150 triliun di tahun ini? Ini dilakukan agar masyarakat bisa semakin mendapatkan manfaat dari SBN ritel,” bebernya.
Selain itu, Deni melanjutkan, Kemenkeu menyiapkan Rp400 triliun untuk pembayaran bunga. Nilai ini nantinya dimanfaatkan langsung oleh rakyat Indonesia karena SBN sudah dimiliki oleh 85% investor dalam negeri.
“Sekarang 85% SBN kita dinikmati investor domestik baik lembaga atau individu. Jadi Rp400 triliun itu yang nikmatin siapa? yang kita-kita juga,” katanya.
Dari pembayaran bunga yang mencapai Rp400 triliun, sekitar 20% dinikmati oleh sektor perbankan di Indonesia. Adapun SBN dinilai bermanfaat untuk keberlangsungan Bank selama perlambatan ekonomi pada Pandemi Covid-19 di tahun 2020-2022. Pasalnya, perbankan bisa memiliki uang dan keuntungan untuk membayar nasabah dengan berinvestasi di SBN.
“Ketika pandemi 2020-2022, ekonomi berhenti, perbankan tidak bisa salurkan kredit dan masyarakat juga tidak bisa membayar kreditnya. Sehingga pemerintah melalui APBN memberikan support ke perbankan melalui penangguhan biaya dan diskon bunga agar perbankan bisa tetap hidup. Perbankan pun bisa punya uang dan keuntungan untuk membayar nasabah dengan investasi di SBN,” pungkasnya.
(Feby Novalius)