JAKARTA - Rusia menghentikan keikutsertaannya dalam perjanjian yang telah berjalan hampir setahun yang memfasilitasi ekspor biji-bijian dari tiga pelabuhan Ukraina di Laut Hitam.
Adapun perjanjian tersebut diprakasai oleh PBB dan Turki di tengah krisis pangan global. Dalam upaya memfasilitasi ekspor yang terhalang oleh perang yang dilancarkan Rusia di Ukraina.
Namun sebelum kesepakatan itu kedaluwarsa pada hari Senin kemarin, Rusia dengan tegas menyatakan tidak cukup diuntungkan oleh prakarsa tersebut.
Sebuah nota kesepahaman paralel antara Moskow dan PBB telah berupaya menghilangkan berbagai hambatan bagi ekspor biji-bijian dan pupuk Rusia.
Meskipun bahan makanan dan pupuk tidak termasuk yang dikenai sanksi Barat, berbagai upaya telah dilakukan untuk meredakan kekhawatiran pihak bank, asuransi, pengirim dan berbagai sektor swasta lainnya untuk berbisnis dengan Rusia.
Salah satu tuntutan utama Rusia adalah agar bank pertaniannya dipulihkan ke sistem transaksi keuangan Swift.
“Sayangnya bagian dari perjanjian Laut Hitam yang berkenaan dengan keprihatinan Rusia ini belum diimplementasikan sejauh ini, jadi efeknya adalah penghentiannya,” kata Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov, dikutip dari VOA Indonesia, Selasa (18/7/2023).
“Begitu bagian Rusia dalam perjanjian itu dipenuhi, pihak Rusia akan kembali pada penerapan kesepakatan ini, segera,” tambahnya.
PBB mengatakan sejak ekspor dimulai pada Agustus 2022, 32,9 metrik ton komoditas pangan diekspor ke 45 negara. Para pakar mengatakan tidak diperpanjangnya perjanjian itu dapat menyebabkan lonjakan harga pangan.
Kapal terakhir yang meninggalkan Ukraina berdasarkan perjanjian tersebut meninggalkan sebuah pelabuhan Ukraina pada hari Minggu.
Rusia mengatakan serangan Ukraina pada hari Senin terhadap jembatan yang menghubungkan wilayah Krasnodar, Rusia, ke Semenanjung Krimea, menewaskan sepasang warga sipil dan seorang anak mereka. Serangan itu juga merusak permukaan jalan di jembatan itu dan menghentikan lalu lintas di sana.