Sofyano mengatakan data yang diperolehnya, seperti pangkalan LPG yang mengalami kekosongan sesaat di Medan hanya 14 pangkalan dari sebanyak 3.675 pangkalan yang ada. Artinya, persentasenya hanya 0,4 persen dari total pangkalan yang ada.
Kemudian di Kediri hanya 16 pangkalan yang kosong dari 2.754 pangkalan yang ada di sana. Di Malang, dari 1.742 pangkalan yang kosong sesaat hanya 12 pangkalan. Di Sulselbar hanya 5 pangkalan yang kosong dari 1.094 pangkalan yang ada, ini persentasenya adalah 0,5 persen dari total pangkalan yang ada.
"Kekosongan di pangkalan itu adalah karena menunggu pengiriman LPG dari agennya," jelas Sofyano seperti dilansir Antara.
Oleh karena itu, dia sangat meyakini bahwa tidak semua desa atau kecamatan yang ada di suatu kabupaten yang diberitakan langka tersebut mengalami kekosongan LPG 3 kg. Coba petakan kekosongan LPG subsidi terjadinya di mana saja? dan tarik persentasenya dibanding dengan jumlah SPBE, agen dan pangkalan yang ada di daerah tersebut.
"Coba saja lakukan uji pasar dengan menggelar operasi pasar LPG 3 kg. Nanti bisa dilihat hasilnya apakah LPG operasi pasar tersebut dalam sekejap habis diserbu pembeli dan berapa lama penyerbuan itu akan terus terjadi," katanya.
Dia mengatakan pengawasan dan pembinaan terhadap penyaluran dan lembaga penyalur LPG subsidi di daerah pada dasarnya merupakan kewenangan pemerintah daerah sebagaimana ditetapkan dan diatur dalam Peraturan Bersama Mendagri dan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2011 dan Nomor 05 Tahun 2011. Tapi sayangnya, menurut dia, pihak pemda sepertinya hanya terlihat berperan dalam penentuan Harga Eeceran Tertinggi (HET) LPG 3 kg di daerahnya.
"Di bagian lain Presiden harus segera merevisi Perpres nomor 104 Tahun 2007 tentang Penyediaan Pendistribusian dan Penetapan Harga LPG 3 kg dengan secara tegas, jelas dan rinci. Menetapkan siapa yang berhak atas LPG 3 kg dan apa sanksi hukum jika ketentuan tersebut dilanggar," pungkasnya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)