Tak hanya itu, pemerintah juga sudah menjalankan core tax system atau sistem inti perpajakan, serta memperbaiki tata kelola dan administrasi perpajakan.
Sinergi join program juga dilakukan agar penerimaan semakin konsisten antar berbagai sumber, baik pajak, bea cukai, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan melaksanakan undang-undang harmonisasi perpajakan kita.
“Kita memiliki core tax system yaitu sistem inti perpajakan kita sudah akan bisa mulai beroperasi di tahun 2024. Ini bukan berarti bahwa masyarakat akan dibebani pajak lebih tinggi, tetapi artinya adalah sistem pemungutan pajak kita akan lebih efisien sehingga biaya bisa ditekan, efisiensinya bisa meningkat,” ujar Suahasil.
Kemudian dalam perluasan basis pajak, pemerintah juga akan meningkatkan kepatuhan dan penggalian potensi pajak, serta menjaga efektivitas reformasi perpajakan melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Pemberian berbagai insentif perpajakan yang tepat dan terukur juga diharapkan mampu mendorong percepatan pemulihan dan peningkatan daya saing investasi nasional, serta memacu transformasi ekonomi.
Namun, Suahasil mengungkapkan cukai hasil tembakau mengalami penurunan dalam beberapa waktu terakhir. Untuk itu, pemerintah berencana mengenakan cukai bagi barang yang juga memiliki dampak negatif bagi perekonomian, seperti cukai plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan.
“Wacana-wacana itu ada dan tentu nanti kita lakukan, tetapi dengan tetap melihat kemampuan keuangan, kemampuan perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Sehingga tujuannya adalah untuk membatasi konsumsi itu tidak jadi salah seakan-akan memberatkan masyarakat atau mengurangi investasi,” pungkasnya.
Baca Selengkapnya: Sri Mulyani Berburu Pajak Rp2.307,9 Triliun di 2024, Caranya?
(Taufik Fajar)