JAKARTA - Perusahaan properti raksasa China, Evergrande mengajukan perlindungan kebangkrutan di Amerika Serikat (AS). Keputusan ini akibat krisis pasar properti di China yang semakin parah.
Cara itu memungkinkan perusahaan asal China tersebut berutang besar untuk melindungi aset-asetnya di AS berkat kesepakatan bernilai miliaran dolar dengan para kreditor.
Evergrande gagal membayar utang senilai ratusan miliar dolar AS pada 2021. Insiden itu sempat membuat panik seluruh pasar keuangan global.
Langkah ini muncul karena pasar properti China semakin bermasalah. Hal ini kemudian menambah kekhawatiran terhadap kestabilan ekonomi terbesar kedua di dunia.
China Evergrande Group mengajukan perlindungan kebangkrutan berdasarkan skema Bab 15 dalam Undang-undang Kepalilitan AS di Pengadilan New York pada Kamis 17 Agustus 2023. Demikian dikutip dari BBC Indonesia, Sabtu (19/8/2023).
Adapun pada Bab 15 untuk melindungi aset-aset di AS yang dimiliki oleh perusahaan asing sembari mereka berusaha untuk merestrukturisasi utangnya.
Berdasarkan informasi yang ada situs Evergrande tercatat ada lebih dari 1.300 proyek di lebih dari 280 kota di China. Selain properti, Evergrande juga memiliki bisnis lain yang mencakup pengembangan mobil listrik dan klub sepak bola.
Sebelumnya, Evergrande berupaya untuk menegosiasi ulang perjanjiannya dengan kreditur setelah gagal membayar utang. Adapun utangnya diperkirakan mencapai USD300 miliar atau lebih dari Rp4.500 triliun.
Evergrande menjadi perusahaan pengembang properti dengan utang terbesar di dunia. Sahamnya juga sudah ditangguhkan dari pasar dagang saham sejak tahun lalu.
Evergrande mengungkapkan bahwa mereka rugi lebih dari Rp1.221 triliun (USD80) selama dua tahun terakhir.
Pekan lalu, perusahaan properti raksasa China lainnya, Country Garden, memperingatkan bahwa mereka juga menghadapi potensi kerugian hingga USD7,6 miliar selama enam bulan pertama tahun ini.