Penyebab Polusi Udara di Jakarta Gegara Industri, Kendaraan atau PLTU? Ini Penjelasannya

Sri Kurnia Ningsih, Jurnalis
Selasa 29 Agustus 2023 15:39 WIB
Penyebab Utama Polusi Udara di Jabodetabek. (Foto: Okezone.com/Antara)
Share :

JAKARTA - Pemerintah menyampaikan bahwa sumber polusi udara di Jabodetabek 40% berasal dari kendaraan bermotor, 34% berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan sisanya berasal dari sumber lain seperti aktivitas rumah tangga.

Hal tersebut dibenarkan juga oleh Peneliti Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB) Seny Damayanti. Menurut dia, emisi dari berbagai moda transportasi dan industri manufaktur menjadi penyebab tingginya polusi udara di Jakarta.

“Moda transportasi darat masih menjadi penyumbang utama polutan di Jakarta. Terutama heavy duty vehicle atau kendaraan berat seperti bus, truk dan lain sebagainya,” katanya, Selasa (29/8/2023).

Namun kata Seny, ada yang perlu diluruskan terkait informasi penyebab polusi udara di Jakarta.

“Tidak benar bahwa Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) menjadi penyumbang polutan di Jakarta,” kata Senny.

Sesuai dengan penelitian yang sudah dilakukan berulang kali dan secara periodik, paparnya, belum ditemukan emisi dari PLTU.

“Emisi dari pembangkitan belum ditemukan. Emisi PLTU di Suralaya terlalu jauh untuk menjangkau Jakarta," katanya.

Menurutnya, pembangkitan listrik yang mampu memengaruhi udara sekitar Jakarta adalah PLTGU Muara Karang dan PLTGU Priok.

“Namun keduanya sudah memakai bahan bakar gas. Jadi emisinya sangat rendah,” katanya.    

Dari penelitian tersebut, ada beberapa skenario pengendalian yang bisa dijalankan. Seperti penerapan EURO 4 untuk kendaraan penumpang, bus, dan truk yang dimulai pada bulan Oktober 2018 (untuk kendaraan berbahan bakar bensin) dan akan diterapkan pada bulan April 2021 (untuk kendaraan berbahan bakar solar).

“Namun untuk penerapan EURO 4 sepertinya masih belum maksimal. Hal ini juga terkait dengan teknologi bahan bakar. Bukan hanya mesinnya saja yang EURO 4,” jelasnya.

Skenario pengendalian, penggunaan bahan bakar gas alam terkompresi (CNG) di semua kendaraan bus dan truk baru, yang akan dimulai pada tahun 2020. Skenario ini merupakan tambahan dari penerapan EURO 4.

Berikutnya, skenario pengendalian dengan cara menguatkan penetrasi pemakaian kendaraan listrik (EV) untuk menggantikan kendaraan konvensional. Kebijakan ini ditargetkan dapat diterapkan pada tahun 2025.

“Skenario ini juga merupakan tambahan dari implementasi EURO 4,” katanya.

Hal lain, skenario pengendalian selanjutnya adalah penerapan sistem Electronic Road Pricing (ERP) atau pungutan terhadap pengguna jalan di tempat tertentu dengan cara membayar secara elektronik untuk mengurangi jumlah kilometer perjalanan.

“Kebijakan ini ditargetkan bisa diterapkan pada tahun 2020 (tertunda) untuk mendorong pengguna kendaraan pribadi beralih menggunakan kendaraan umum,” ujarnya.

(Feby Novalius)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya