Bank Sentral Eropa (ECB) akan bertemu pada hari Kamis, dan para pedagang telah mulai menilai kembali posisi mereka setelah laporan Reuters mengindikasikan bahwa pembuat kebijakan ECB memperkirakan inflasi di 20 negara zona euro akan tetap di atas 3% tahun depan, memperkuat kemungkinan kenaikan suku bunga kesepuluh berturut-turut.
Bank of England diperkirakan masih akan menambah 14 kenaikan suku bunga sejak akhir tahun 2021 ketika para pengambil kebijakan bertemu minggu depan, menaikkan suku bunga menjadi 5,5% dari 5,25%.
Perekonomian belum memasuki resesi seperti yang dikhawatirkan, pertumbuhan upah menunjukkan sedikit tanda-tanda perlambatan, dan para ahli statistik resmi telah meningkatkan data secara tajam untuk menunjukkan bahwa Inggris pulih lebih awal dari COVID-19 dibandingkan perkiraan sebelumnya.
Dari sentimen internal, para ekonom memproyeksikan Bank Indonesia (BI) akan mulai menurunkan suku bunga acuannya di tahun 2024 tepatnya kuartal kedua.
Salah satu penyebabnya adalah stabilnya perekonoimian AS dan inflasi yang terkendali dan mendekati 2%. Selain itu, pergeseran proyeksi ini dikarenakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang kembali melemah.
“Pasalnya, ini akan berdampak pada Imported inflation (inflasi impor). Sehingga, suku bunga acuan BI yang saat ini berada di level 5,75% harus dipertahankan,” ujar Ibrahim.
Meskipun, inflasi sudah berada di kisaran target sasaran BI sebesar 3,0±1 persen yaitu di level 3,27 persen secara tahunan (yoy) pada Agustus 2023.
Di sisi lain, BI juga menunggu sinyal dari The Fed untuk berhenti menaikkan dan mulai menurunkan suku bunga acuannya, yang mana hal tersebut dipengaruhi oleh tingkat inflasi di AS, apakah terkendali atau malah terjadi resesi.
Semakin memburuknya ekonomi di AS, tentu akan mempercepat sinyal turunnya suku bunga acuan The Fed atau Fed Fund Rate (FFR).
(Taufik Fajar)