JAKARTA - BBM Pertamax Green 92 baru dijual pada 2026. Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengungkapkan BBM jenis Pertalite yang dicampur dengan etanol atau yang dipasarkan dengan nama Pertamax Green 92 akan dilakukan pada 2026.
"Itu masih 2026 itu masih lama ya itu skala besarnya," jelas Tutuka ketika ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Sabtu (16/9/2023).
Dikatakannya, tahun depan, Pertamina baru akan meningkatkan kadar etanol sebesar 8% dalam Pertamax Green 95. Sebab seperti diketahui, saat ini, Pertamax Green baru memiliki kadar etanol sebanyak 5%.
"Awal tahun itu yang Pertamax Green 95 yang jadi E8 itu tahun depan ya. iya (jadi nambah etanol) 8% itu tujuannya. Kemudian nanti ke konversi Biosolar ke Dexlite, konversi Pertalite ke Pertamax, ya tahun-tahun berikutnya lah masih dikaji sih," tuturnya.
Tutuka pun menekankan, semua itu dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi pencemaran.
"Itu kita tuju sulfur itu bisa penurunan dari tahap 1 itu 250 kurang lebih BBM. Ya tadi 2000 yang penting sulfur sekarang ini, nanti kali Pertamax ke Green 95 itu turunnya 250. Jadi maksimal 2000 sekarang, turun 250. Pokoknya yang dikejar. Itu pertamax green 95 tahun depan jadi E8," pungkasnya.
Sebagaimana ramai diberitakan sebelumnya, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengungkapkan bahwa saat ini pihaknya tengah mengkaji untuk meningkatkan kadar oktan BBM Subsidi RON 90 menjadi RON 92. Hal tersebut dilakukan dengan mencampur Pertalite dengan Ethanol 7% sehingga menjadi Pertamax Green 92.
Namun, kajian yang dinamakan Program Langit Biru Tahap 2 tersebut masih dilakukan secara internal dan belum diputuskan.
"Program tersebut merupakan hasil kajian internal Pertamina, belum ada keputusan apapun dari pemerintah. Tentu ini akan kami usulkan dan akan kami bahas lebih lanjut," jelasnya.
Nicke menambahkan, jika nanti usulan tersebut dapat dibahas dan menjadi program pemerintah, harganya pun tentu akan diatur oleh pemerintah.
"Tidak mungkin Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) harganya diserahkan ke pasar karena ada mekanisme subsidi dan kompensasi di dalamnya," terang Nicke.
Kajian tersebut menurut Nicke, dilakukan untuk menghasilkan kualitas BBM yang lebih baik, karena bahan bakar dengan kadar oktan yang lebih tinggi tentu akan semakin ramah lingkungan.
"Kalau misalnya dengan harga yang sama, tapi masyarakat mendapatkan yang lebih baik, dengan octan number lebih baik, sehingga untuk mesin juga lebih baik, sehingga emisi juga bisa menurun. Namun ini baru usulan sehingga tidak untuk menjadi perdebatan," jelas Nicke.
Nicke menegaskan, Program Langit Biru Tahap 2 ini masih merupakan kajian internal di Pertamina. Untuk implementasinya, akan diusulkan kepada pemerintah, dan nantinya akan jadi kewenangan pemerintah untuk memutuskan.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)